Fitrah Islami Online

Penyebar Ilmu dan Maklumat Islami

Syaikh Albani; ‘Bukan Ahli Hadis dan Penuh Kontradiksi’

Kitab-kitab modern saat ini, atau kitab klasik yang ditakhrij, karya-karya tulis ilmiah, artikel-artikel dan sebagainya, serentak semuanya menggunakan hasil takhrij hadis yang dilakukan oleh Syaikh Nashiruddin al-Albani.

Ada apa di balik gerakan ini? Sosok yang satu ini tiba-tiba melejit menjadi ‘ahli hadis’ tanpa tandingan bagi kalangan Wahhabi, tanpa diketahui perjalanan menuntut ilmu hadisnya dan guru-guru yang membimbingnya.

Sementara tahapan teoritik dan faktual untuk menjadi ‘Ahli Hadis’ amatlah rumit dan tak semudah menjadi ahli hadis gadungan.
Disini saya rangkai secara sistematis pembahasan tentang tema diatas dengan didahului perihal ilmu hadis, kriteria seorang ahli hadis, ahli hadis gadungan yang menempuh jalan otodidak, dan bukti-bukti nyata kesalahan fatal ahli hadis palsu, baik dari pengikut Albani maupun dari para kritikusnya.

semoga Allah memberi manfaat dan meningkatkan kewaspadaan dalam masalah ini. آمين…

Ilmu Hadis
Hadis terdiri dari dua disiplin ilmu, yaitu Ilmu Dirayat dan Ilmu Riwayat. Ilmu Dirayat lebih dikenal dengan ilmu Mushtalah Hadis yang membahas status hadis terkait sahih, hasan, dlaif atau maudlu’nya.

Sementara ilmu Riwayat berkaitan dengan sanad hadis sampai kepada Rasulullah Saw.
Kedua disiplin ilmu ini tidak dapat dipilih salah satunya saja bagi ahli hadis, keduanya harus sama-sama mampu dikuasai.

Sebagaimana yang dikutip beberapa kitab Musthalah Hadis terkait pengakuan Imam Bukhari bahwa beliau hafal 300.000 hadis, yang 100.000 adalah sahih dan yang 200.000 adalah dlaif, maka Imam Bukhari juga hafal dengan kesemua sanadnya tersebut.

📚 Syarah Taqrib an-Nawawi I/13.

Ilmu hadis memiliki kesamaan dengan ilmu Qira’ah al-Quran, yaitu tidak cukup dengan ilmu secara teori dari teks kitab dan tidak cukup secara otodidak, tetapi harus melalui metode ‘Talaqqi’ atau transfer ilmu secara langsung dari guru kepada murid dalam majlis ilmu.

_______
Kriteria ‘Ahli Hadis’ Dan ‘al-Hafidz’
al-Hafidz as-Suyuthi mengutip dari para ulama tentang ‘ahli hadis’ dan ‘al-hafidz’:

قَالَ الشَّيْخُ فَتْحُ الدِّينِ بْنِ سَيِّدِ النَّاسِ وَأَمَّا الْمُحَدِّثُ فِي عَصْرِنَا فَهُوَ مَنِ اشْتَغَلَ بِالْحَدِيْثِ رِوَايَةً وَدِرَايَةً وَاطَّلَعَ عَلَى كَثِيْرٍ مِنَ الرُّوَاةِ وَالرِّوَايَاتِ فِي عَصْرِهِ, وَتَمَيَّزَ فِي ذَلِكَ حَتَّى عُرِفَ فِيْهِ حِفْظُهُ وَاشْتَهَرَ فِيْهِ ضَبْطُهُ. فَإِنْ تَوَسَّعَ فِي ذَلِكَ حَتَّى عَرَفَ شُيُوْخَهُ وَشُيُوْخَ شُيُوْخِهِ طَبْقَةً بَعْدَ طَبْقَةٍ، بِحَيْثُ يَكُوْنَ مَا يَعْرِفُهُ مِنْ كُلِّ طَبْقَةٍ أَكْثَرَ مِمَّا يَجْهَلُهُ مِنْهَا، فَهَذَا هُوَ الْحَافِظُ (تدريب الرّاوي في شرح تقريب النّواوي 1 / 11)
_______
“Syaikh Ibnu Sayyidinnas berkata: Ahli hadis (al-Muhaddits) di masa kami adalah orang yang dihabiskan waktunya dengan hadis baik secara riwayat atau ilmu mushthalah, dan orang tersebut mengetahui beberapa perawi hadis dan riwayat di masanya, serta menonjol sehingga dikenal daya hafalannya dan daya akurasinya. Jika ia memiliki pengetahuan yang lebih luas sehingga mengetahui para guru, dan para maha guru dari berbagai tingkatan, sekira yang ia ketahui dari setiap jenjang tingkatan lebih banyak daripada yang tidak diketahui, maka orang tersebut adalah al-Hafidz”

📚 (Al-Hafidz as-Suyuthi, Syarah Taqrib I/11).

وَقَالَ الشَّيْخُ تَقِيُّ الدِّيْنِ السُّبْكِي إِنَّهُ سَأَلَ الْحَافِظَ جَمَالَ الدِّيْنِ الْمِزِّي عَنْ حَدِّ الْحِفْظِ الَّذِي إِذَا انْتَهَى إِلَيْهِ الرَّجُلُ جَازَ أَنْ يُطْلَقَ عَلَيْهِ الْحَافِظُ ؟ قَالَ يُرْجَعُ إِلَى أَهْلِ الْعُرْفِ, فَقُلْتُ وَأَيْنَ أَهْلُ الْعُرْفِ ؟ قَلِيْلٌ جِدًّا, قَالَ أَقَلُّ مَا يَكُوْنُ أَنْ يَكُوْنَ الرِّجَالُ الَّذِيْنَ يَعْرِفُهُمْ وَيَعْرِفُ تَرَاجُمَهُمْ وَأَحْوَالَهُمْ وَبُلْدَانَهُمْ أَكْثَرَ مِنَ الَّذِيْنَ لاَ يَعْرِفُهُمْ, لِيَكُوْنَ الْحُكْمُ لِلْغَالِبِ, فَقُلْتُ لَهُ هَذَا عَزِيْزٌ فِي هَذَا الزَّمَانِ (تدريب الرّاوي في شرح تقريب النّواوي 1 / 11)
_______
“Syaikh Taqiyuddin as-Subki berkata bahwa ia bertanya kepada al-Hafidz Jamaluddin al-Mizzi tentang kriteria gelar al-Hafidz. Syaikh al-Mizzi menjawab: Dikembalikan pada ‘kesepakatan’ para pakar. Syaikh as-Subki bertanya: Siapa para pakarnya? Syaikh al-Mizzi menjawab: Sangat sedikit. Minimal orang yang bergelar al-Hafidz mengetahui para perawi hadis, baik biografinya, perilakunya dan asal negaranya, yang ia ketahui lebih banyak daripada yang tidak diketahui. Agar mengena kepada yang lebih banyak. Saya (as-Subki) berkata kepada beliau: Orang semacam ini sangat langka di masa sekarang (Abad ke 8 Hijriyah)”

📚 (Al-Hafidz as-Suyuthi, Syarah Taqrib I/11)

_____
Otodidak Bukan Ahli Hadis
Pengertian otodidak adalah sebagai berikut:

(الصَّحَفِيّ) مَنْ يَأْخُذُ الْعِلْمَ مِنَ الصَّحِيْفَةِ لاَ عَنْ أُسْتَاذٍ (المعجم الوسيط 1/ 508 تأليف إبراهيم مصطفى وأحمد الزيات وحامد عبد القادر ومحمد النجار)
______
“Shahafi (otodidak) adalah orang yang mengambil ilmu dari kitab (buku), bukan dari guru”

📚 (Mu’jam al-Wasith I/508)

يَقُوْلُ الدَّارِمِي مَا كَتَبْتُ حَدِيْثًا وَسَمِعْتُهُ يَقُوْلُ لاَ يُؤْخَذُ الْعِلْمُ مِنْ صَحَفِيٍّ (سير أعلام النبلاء للذهبي بتحقيق الارناؤط 8/ 34)
_____
“Ad-Darimi (ahli hadis) berkata: Saya tidak menulis hadis (tapi menghafalnya). Ia juga berkata: Jangan mempelajari ilmu dari orang yang otodidak.”

📚 (Siyar A’lam an-Nubala’, karya adz-Dzahabi ditahqiq oleh Syuaib al-Arnauth, 8/34).

Syuaib al-Arnauth memberi catatan kaki tentang ‘shahafi’ tersebut:

الصَّحَفِيُّ مَنْ يَأْخُذُ الْعِلْمَ مِنَ الصَّحِيْفَةِ لاَ عَنْ أُسْتَاذٍ وَمِثْلُ هَذَا لاَ يُعْتَدُّ بِعِلْمِهِ لِمَا يَقَعُ لَهُ مِنَ الْخَطَأِ

“Shahafi adalah orang yang mengambil ilmu dari kitab, bukan dari guru. Orang seperti ini tidak diperhitungkan ilmunya, sebab akan mengalami kesalahan.”

Al-Hafidz adz-Dzahabi berkata:

قَالَ الْوَلِيْدُ كَانَ اْلاَوْزَاعِي يَقُوْلُ كَانَ هَذَا الْعِلْمُ كَرِيْمًا يَتَلاَقَاهُ الرِّجَالُ بَيْنَهُمْ فَلَمَّا دَخَلَ فِي الْكُتُبِ دَخَلَ فِيْهِ غَيْرُ أَهْلِهِ وَرَوَى مِثْلَهَا ابْنُ الْمُبَارَكِ عَنِ اْلاَوْزَاعِي. وَلاَ رَيْبَ أَنَّ اْلاَخْذَ مِنَ الصُّحُفِ وَبِاْلاِجَازَةِ يَقَعُ فِيْهِ خَلَلٌ وَلاَسِيَّمَا فِي ذَلِكَ الْعَصْرِ حَيْثُ لَمْ يَكُنْ بَعْدُ نَقْطٌ وَلاَ شَكْلٌ فَتَتَصَحَّفُ الْكَلِمَةُ بِمَا يُحِيْلُ الْمَعْنَى وَلاَ يَقَعُ مِثْلُ ذَلِكَ فِي اْلاَخْذِ مِنْ أَفْوَاهِ الرِّجَالِ (سير أعلام النبلاء للذهبي 7/ 114)

“Al-Walid mengutip perkataan al-Auza’i: “Ilmu ini adalah sesuatu yang mulia, yang saling dipelajari oleh para ulama. Ketika ilmu ini ditulis dalam kitab, maka akan dimasuki oleh orang yang bukan ahlinya.” Riwayat ini juga dikutip oleh Ibnu Mubarak dari al-Auza’i. Tidak diragukan lagi bahwa mencari ilmu melalui kitab akan terjadi kesalahan, apalagi dimasa itu belum ada tanda baca titik dan harakat. Maka kalimat-kalimat menjadi rancu beserta maknanya. Dan hal ini tidak akan terjadi jika mempelajari ilmu dari para guru.”

📚 (Siyar A’lam an-Nubala’, karya adz-Dzahabi, 7/114).

Syuaib al-Arnauth juga memberi catatan kaki tentang hal tersebut:

وَلِهَذَا كَانَ الْعُلَمَاءُ لاَ يَعْتَدُّوْنَ بِعِلْمِ الرَّجُلِ إِذَا كَانَ مَأْخُوْذًا عَنِ الصُّحُفِ وَلَمْ يَتَلَقَّ مِنْ طَرِيْقِ الرِّوَايَةِ وَالْمُذَاكَرَةِ وَالدَّرْسِ وَالْبَحْثِ
______
“Oleh karena itu, para ulama tidak memeperhitungkan ilmu seseorang yang diambil dari buku, yang tidak melalui jalur riwayat, pembelajaran dan pembahasan.”

Apakah orang yang otodidak dari kitab-kitab hadis layak disebut ahli hadis? Syaikh Nashir al-Asad menjawab pertanyaan ini:

أَمَّا مَنْ كَانَ يَكْتَفِي بِاْلأَخْذِ مِنَ الْكِتَابِ وَحْدَهُ دُوْنَ أَنْ يُعَرِّضَهُ عَلَى الْعُلَمَاءِ وَدُوْنَ أَنْ يَتَلَقَّى عِلْمُهُ فِي مَجَالِسِهِمْ فَقَدْ كَانَ عَرَضَةً لِلتَّصْحِيْفِ وَالتَّحْرِيْفِ، وَبِذَلِكَ لَمْ يَعُدُّوْا عِلْمَهُ عِلْمًا وَسَمُّوْهُ صَحَفِيًّا لاَ عَالِمًا …. فَقَدْ كَانَ الْعُلَمَاءُ يُضَعِّفُوْنَ مَنْ يَقْتَصِرُ فِي عِلْمِهِ عَلَى اْلأَخْذِ مِنَ الصُّحُفِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَلْقَى الْعُلَمَاءَ وَيَأْخُذَ عَنْهُمْ فِي مَجَالِسِ عِلْمِهِمْ، وَيَسُمُّوْنَهُ صَحَفِيًّا، وَمِنْ هُنَا اشْتَقُّوْا “التَّصْحِيْفَ” وَأَصْلُهُ “أَنْ يَأْخُذَ الرَّجُلُ اللَّفْظَ مِنْ قِرَاءَتِهِ فِي صَحِيْفَةٍ وَلَمْ يَكُنْ سَمِعَهُ مِنَ الرِّجَالِ فَيُغَيِّرُهُ عَنِ الصَّوَابِ”. فَاْلإِسْنَادُ فِي الرِّوَايَةِ اْلأَدَبِيَّةِ لَمْ يَكُنْ، فِيْمَا نَرَى، إِلاَّ دَفْعًا لِهَذِهِ التُّهْمَةِ (مصادر الشعر الجاهلي للشيخ ناصر الاسد ص 10 من مكتبة الشاملة)
_________
“Orang yang hanya mengambil ilmu melalui kitab saja tanpa memperlihatkannya kepada ulama dan tanpa berjumpa dalam majlis-majlis ulama, maka ia telah mengarah pada distorsi. Para ulama tidak menganggapnya sebagai ilmu, mereka menyebutnya shahafi atau otodidak, bukan orang alim… Para ulama menilai orang semacam ini sebagai orang yang dlaif (lemah). Ia disebut shahafi yang diambil dari kalimat tashhif, yang artinya adalah seseorang mempelajari ilmu dari kitab tetapi ia tidak mendengar langsung dari para ulama, maka ia melenceng dari kebenaran. Dengan demikian, Sanad dalam riwayat menurut pandangan kami adalah untuk menghindari kesalahan semacam ini.”

📚 (Mashadir asy-Syi’ri al-Jahili 10)

Masalah otodidak ini sudah ada sejak lama dalam ilmu hadis. Al-Hafidz Ibnu Hajar mengomentari seseorang yang otodidak berikut ini:

فَإِنَّهُ (اَيْ أَبَا سَعِيْدِ بْنِ يُوْنُسَ) كَانَ صَحَفِيًّا لاَ يَدْرِي مَا الْحَدِيْثُ (تهذيب التهذيب للحافظ ابن حجر 6/ 347)

“Abu Said bin Yunus adalah orang otodidak yang tidak mengerti apa itu hadis.”

📚 (Tahdzib al-Tahdzib VI/347)

Al-Hafidz Ibnu Hajar dan adz-Dzahabi memberi contoh nama lain tentang shahafi:

174 – عَبْدُ الْمَلِكِ بْنِ حَبِيْبِ الْقُرْطُبِي أَحَدُ اْلأَئِمَّةِ وَمُصَنِّفُ الْوَاضِحَةِ كَثِيْرُ الْوَهْمِ صَحَفِيٌّ وَكَانَ بْنُ حَزْمٍ يَقُوْلُ لَيْسَ بِثِقَةٍ وَقَالَ الْحَافِظُ أَبُوْ بَكْرِ بْنِ سَيِّدِ النَّاسِ فِي تَارِيْخِ اَحْمَدَ بْنِ سَعِيْدِ الصَّدَفِي تَوَهَّنَهُ عَبْدُ الْمَلِكِ بْنِ حَبِيْبٍ وَاِنَّهُ صَحَفِيٌّ لاَ يَدْرِي الْحَدِيْثَ (لسان الميزان للحافظ ابن حجر 4/ 59 وميزان الاعتدال للذهبي 2/ 652)
______
“Abdul Malik bin Habib al-Qurthubi, salah satu imam dan pengarang kitab yang banyak prasangka, adalah seorang otodidak. Ibnu Hazm berkata: Dia bukan orang terpercaya. al-Hafidz Ibnu Sayyidinnas berkata bahwa Abdul Malik bin Habib adalah otodidak yang tak mengerti hadis.”

📚 (Lisan al-Mizan 4/59 dan Mizan al-I’tidal 2/652)

Begitu pula al-Hafidz Ibnu an-Najjar berkata:

عُثْمَانُ بْنُ مُقْبِلِ بْنِ قَاسِمِ بْنِ عَلِيٍّ أَبُوْ عَمْرٍو الْوَاعِظُ الْحَنْبَلِيُّ …. وَجَمَعَ لِنَفْسِهِ مُعْجَمًا فِي مُجَلَّدَةٍ وَحَدَّثَ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ مَعْرِفَةٌ بِالْحَدِيْثِ وَاْلاِسْنَادِ وَقَدْ صَنَّفَ كُتُبًا فِي التَّفْسِيْرِ وَالْوَعْظِ وَالْفِقْهِ وَالتَّوَارِيْخِ وَفِيْهَا غَلَطٌ كَثِيْرٌ لِقِلَّةِ مَعْرِفَتِهِ بِالنَّقْلِ لاَنَّهُ كَانَ صَحَفِيًّا يَنْقُلُ مِنَ الْكُتُبِ وَلَمْ يَأْخُذْهُ مِنَ الشُّيُوْخِ (ذيل تاريخ بغداد لابن نجار 2/ 166)
_______
“Utsman bin Muqbil bin Qasim bin Ali al-Hanbali… Ia telah menghimpun kitab Mu’jam dalam beberapa jilid dan mengutip hadis, padahal ia tidak mengetahui tentang hadis dan sanad. Ia juga mengarang kitab-kitab tafsir, mauidzah, fikih dan sejarah. Di dalamnya banyak kesalahan, karena minimnya pengetahuan tentang riwayat. Sebab dia adalah otodidak yang mengutip dari beberapa kitab, bukan dari para guru.”

📚 (Dzailu Tarikhi Baghdad II/166)

Ibnu al-Jauzi dan adz-Dzahabi juga berkomentar tentang shahafi:

114 خَلاَسُ بْنُ عَمْرٍو الْهِجْرِي : يُرْوَي عَنْ عَلِيٍّ وَعَمَّارٍ وَأَبِي رَافِعٍ كَانَ مُغِيْرَةُ لاَ يَعْبَأُ بِحَدِيْثِهِ وَقَالَ أَيُّوْبُ لاَ يُرْوَ عَنْهُ فَإِنَّهُ صَحَفِيٌّ (الضعفاء والمتروكين لابن الجوزي 1/ 255 والمغني في الضعفاء للذهبي 1/ 210)
________
“Khalas bin Amr al-Hijri. Diriwayatkan dari Ali, Ammar dan Abi Rafi’ bahwa Mughirah tidak memperhatikan hadisnya. Ayyu berkata: Janganlah meriwayatkan hadis dari Khalas bin Amr, karena ia otodidak.”

📚 (adh-Dhu’afa wa al-Matrukin 1/255 dan al-Mughni fi Dhu’afa’ 1/210)

Imam ar-Razi dan Ibnu ‘Adi juga melarang mempelajari hadis dari shahafi:

بَابُ بَيَانِ صِفَةِ مَنْ لاَ يُحْتَمَلُ الرِّوَايَةُ فِي اْلاَحْكَامِ وَالسُّنَنِ عَنْهُ … عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ مُوْسَى اِنَّهُ قَالَ لاَ تَأْخُذُوْا الْحَدِيْثَ عَنِ الصَّحَفِيِّيْنَ وَلاَ تَقْرَأُوْا الْقُرْآنَ عَلَى الْمُصْحَفِيِّيْنَ (الجرح والتعديل للرازي 2/ 31 والكامل في ضعفاء الرجال لابن عدي 1/ 156)

“Bab tentang sifat orang-orang yang tidak boleh meriwayatkan hukum dan sunah darinya… Dari Sulaiman bin Musa, ia berkata: Janganlah mengambil hadis dari orang otodidak dan janganlah belajar al-Quran dari orang yang otodidak.”

📚 (al-Razi dalam al-Jarhu wa at-Ta’dil 2/31 dan Ibnu ‘Adi dalam al-Kamil 1/156)

Dengan demikian, orang yang otodidak dalam hadis yang tidak memiliki guru bukanlah ahli hadis, karya kitab-kitabnya banyak ditemukan kesalahan-kesalahan dan para ulama melarang mengutip riwayat darinya.

Syaikh Nashiruddin al-Albani yang Otodidak
Syaikh Albani awalnya adalah tukang service jam, namun ia punya semangat mempelajari hadis di Perpustakaan adh-Dhahiriyah di Damaskus. Konon setiap harinya mencapai 12 jam di Perpustakaan. Tidak pernah istirahat mentelaah kitab-kitab hadits, kecuali jika waktu shalat tiba. Untuk makannya, seringkali hanya sedikit makanan yang dibawanya ke perpustakaan. Akhirnya kepala kantor perpustakaan memberikan sebuah ruangan khusus di perpustakaan untuknya. Bahkan kemudian ia diberi wewenang untuk membawa kunci perpustakaan. Dengan demikian, Al-Albani makin leluasa mempelajari banyak sumber.

Sekilas biografi diatas sesuai dengan kisah berikut ini. Diceritakan bahwa ada seseorang dari Mahami yang bertanya kepada Syaikh Albani: “Apakah anda ahli hadis (Muhaddis)?” Syaikh Albani menjawab: “Ya!” Ia bertanya: “Tolong riwayatkan 10 hadis kepada saya beserta sanadnya!” Syaikh Albani menjawab: “Saya bukan ahli hadis penghafal, saya ahli hadis kitab.” Orang tadi berkata: “Saya juga bisa kalau menyampaikan hadis ada kitabnya.” Lalu Syaikh Albani terdiam

📚 (Baca Syaikh Abdullah al-Harari dalam Tabyin Dlalalat Albani 6).

Ini menunjukkan bahwa Syaikh Albani adalah Shahafi atau otodidak ketika mendalami hadis dan ia sendiri mengaku bukan penghafal hadis. Dalam ilmu Musthalah Hadis jika ada perawi yang kualitas hafalannya buruk (sayyi’ al-hifdzi) maka status hadisnya adalah dlaif, bukan perawi sahih. Demikian juga hasil takhrij yang dilakukan oleh Syaikh Albani yang tidak didasari dengan ‘Dlabit’ (akurasi hafalan seperti yang dimiliki oleh para al-Hafidz dalam ilmu hadis) juga sudah pasti lemah dan banyak kesalahan.

Bahwa Albani tidak mempelajari hadis dari para ahlinya ini dibuktikan dalam kitab-kitab biografi tentang Albani yang ditulis oleh para pengikutnya seperti ‘Hayatu al-Albani’ karya asy-Syaibani, ‘Tsabat Muallafat al-Albani’ karya Abdullah bin Muhammad asy-Syamrani dan sebagainya. Pada umumnya tatkala kita membuka kitab-kitab biografi para ulama, di depan mukaddimah terdapat sejarah tentang perjalanan menuntut ilmu dan para gurunya. Namun hal ini tidak terjadi dalam buku-buku biografi Albani, justru yang disebutkan oleh pengikutnya adalah untaian kalimat miris berikut ini:

عُرِفَ الشَّيْخُ اْلأَلْبَانِي رَحِمَهُ اللهُ بِقِلَّةِ شُيُوْخِهِ وَبِقِلَّةِ إِجَازَاتِهِ . فَكَيْفَ اسْتَطَاعَ أَنْ يُلِّمَّ بِالْعُلُوْمِ وَلاَ سِيَّمَا عِلْمِ الْحَدِيْثِ وَعِلْمِ الْجَرْحِ وَالتَّعْدِيْلِ عَلَى صُعُوْبَتِهِ ؟ (ثبت مؤلفات الألباني لعبد الله بن محمد الشمراني 7)
_______
“Syaikh Albani dikenal dengan sedikitnya guru dan minimnya ijazah dalam hadis. Maka bagaimana ia mampu memperdalam ilmu-ilmu, apalagi ilmu hadis dan ilmu tentang metode memberi penilaian cacat dan adil yang sangat sulit?”

📚 (Tsabat Muallafat al-Albani’ karya Abdullah bin Muhammad asy-Syamrani, 7).

Ini adalah sebuah pengakuan dan pertanyaan yang tak pernah dijawab oleh muridnya sendiri?!

Kesalahan Albani Dikoreksi Para Pengikutnya
Penilaian yang bersifat obyektif adalah koreksi yang secara sadar disampaikan sendiri oleh para pengikut Albani. Abdullah ad-Dawisy yang merupakan pengikut Wahhabi memberi otokritik kepada Albani yang dinilainya sering ‘tanaqudh’ (kontradiksi) dan memberi ‘warning’ (peringatan) kepada para penelaah kitab Albani agar tidak ‘tertipu’ dengan penilaian Albani tentang kedhaifan hadis. Berikut pembuka komentarnya:

أَمَّا بَعْدُ : فَهَذِهِ أَحَادِيْثُ وَآثَارٌ وَقَفْتُ عَلَيْهَا فِي مُؤَلَّفَاتِ الشَّيْخِ مُحَمَّدٍ نَاصِرِ الدِّيْنِ اْلأَلْبَانِي تَحْتَاجُ إِلَى تَنْبِيْهٍ مِنْهَا مَا ضَعَّفَهُ وَلَمْ يَتَعَقَّبْهُ وَمِنْهَا مَا ضَعَّفَهُ فِي مَوْضِعٍ وَقَوَّاهُ فِي مَوْضِعٍ آخَرَ وَمِنْهَا مَا قَالَ فِيْهِ لَمْ أَجِدْهُ أَوْ لَمْ أَقِفْ عَلَيْهِ أَوْ نَحْوَهُمَا ، وَلَمَّا رَأَيْتُ كَثِيْرًا مِنَ النَّاسِ يَأْخُذُوْنَ بِقَوْلِهِ بِدُوْنِ بَحْثٍ نَبَّهْتُ عَلَى مَا يَسَّرَنِيَ اللهُ تَعَالَى . فَمَا ضَعَّفَهُ وَهُوَ صَحِيْحٌ أَوْ حَسَنٌ وَلَمْ يَتَعَقَّبْهُ بَيَّنْتُهُ وَمَا ضَعَّفَهُ فِي مَوْضِعٍ ثُمَّ تَعَقَّبَهُ ذَكَرْتُ تَضْعِيْفَهُ ثُمَّ ذَكَرْتُ تَعْقِيْبَهُ لِئَلاَّ يَقْرَأَهُ مَنْ لاَ اطِّلاَعَ لَهُ فِي الْمَوْضِعِ الَّذِي ضَعَّفَهُ فِيْهِ فَيَظُنُّهُ ضَعِيْفًا مُطْلَقًا وَلَيْسَ اْلأَمْرُ عَلَى مَا ظَنَّهُ (تنبيه القارئ على تقوية ما ضعفه الألباني عبدالله بن محمد الدويش 5)
_________
“Kitab ini terdiri dari hadis dan atsar yang saya temukan dalam kitab-kitab Syaikh Albani yang memerlukan peringatan, diantaranya hadis yang ia nilai dhaif tapi tidak ia ralat, diantaranya juga hadis yang ia nilai dhaif di satu kitab tetapi ia sahihkan di kitab yang lain, juga yang ia katakan ‘saya tidak menemukannya’ (padahal dapat ditemukan dalam kitab-kitab hadis), dan sebagainya. Ketika saya melihat banyak orang yang mengambil keterangan dari Albani tanpa meneliti maka saya ingatkan, sesuai yang dimudahkan oleh Allah kepada saya. Maka, apa yang didhaifkan oleh Albani padahal hadis itu sahih atau hasan, maka saya jelaskan. Juga hadis yang didhaifkan Albani di satu kitab tapi ia ralat, maka saya sebutkan penilaian dhaifnya dan ralatannya tersebut. Supaya tidak dibaca oleh orang yang tidak mengerti di bagian kitab yang dinilai dhaif oleh Albani sehingga ia menyangka bahwa hadis itu dhaif secara mutlak, padahal hakikatnya tidak seperti itu.”

📚 (Tanbih al-Qari’, 5)

Kritik ad-Dawisy ini dipuji oleh penulis biografi Albani, asy-Syamrani, yang dinilainya memuliakan dan memiliki sopan santun kepada Syaikh Albani (Baca kitab Asy-Syamrani, Tsabat Muallafat Albani, 98).

Contoh kongkrit adalah hadis riwayat Ahmad dan Abu Dawud di bawah ini yang dinilai dhaif oleh Albani dalam kitab Takhrij Ahadits al-Misykat 1/660:

عن معاذ الجهني قال قال رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ وَعَمِلَ بِمَا فِيهِ أُلْبِسَ وَالِدَاهُ تَاجًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ ضَوْءُهُ أَحْسَنُ مِنْ ضَوْءِ الشَّمْسِ فِي بُيُوتِ الدُّنْيَا ، لَوْ كَانَتْ فِيكُمْ فَمَا ظَنُّكُمْ بِالَّذِي عَمِلَ بِهَذَا » . رواه أحمد وأبو داود . قال في تخريج أحاديث المشكاة : إسناده ضعيف ( جـ 1 ص 660) . انتهى . أقول : ليس الأمر كما قال : بل حسن أو صحيح . ولعله لم يطلع على ما يشهد له وقد ورد ما يشهد له ويقويه من حديث بريدة … وهذا الإسناد على شرط مسلم فقد خرج لبشير بن مهاجر في صحيحه ، ورواه الحاكم وصححه . ووافقه الذهبي ، وقال الهيثمي في مجمع الزوائد (جـ 7 ص 159) : رواه أحمد ورجاله رجال الصحيح وذكر له شواهد من حديث أبي أمامة وأبي هريرة ومعاذ بن جبل . وبالجملة فالحديث أقل أحواله أن يكون حسنًا والقول بصحته ليس ببعيد والله أعلم (تنبيه القارئ على تقوية ما ضعفه الألباني 7)
_________
Ad-Dawisy berkata: “Yang benar tidak seperti yang dikatakan Albani. Bahkan hadis ini adalah hasan atau sahih! Bisa jadi Albani tidak mengetahui hadis penguat lain (syahid) dari riwayat Buraidah yang sanadnya sesuai kriteria sahih Muslim yang disahihkan oleh al-Hakim dan adz-Dzahabi menyetujuinya. Alhaitsami berkata dalam Majma’ az-Zawaid (7/159): HR Ahmad, perawinya adalah perawi hadis sahih. Secara umum, hadis ini minimal adalah hasan, dan pendapat yang menyatakan sahih dapat diterima.”

📚 (Tanbih al-Qari’, 7)

Jika ad-Dawisy mampu mematahkan keilmuan Albani di bidang hadis, lalu mengapa Wahhabi masih taklid buta kepada Albani?

Abdullah bin Muhammad ad-Dawisy menilai kontradiksi Albani yang dinilainya dlaif di satu kitab tetapi ia sahihkan di kitab lain berjumlah 294 hadis. Sementara yang sebaliknya (dari sahih ke dhaif) berjumlah 13 hadis (Baca keseluruhan kitab Tanbih al-Qari’). Sebuah kesalahan fatal bagi ahli hadis yang tak pernah terjadi sebelumnya dan Albani adalah pemecah rekornya!

Dalam Shoftware kitab Maktabah asy-Syamilah yang sudah popular, terdapat sebuah kitab yang memuat ralatan atas kesalahan penilaian Albani dalam masalah hadis, anehnya kitab ini tidak disebutkan pengarangnya tetapi masuk ke dalam folder kitab-kitab Albani. Kitab tersebut bernama ‘Taraju’at Syaikh Albani’. Dalam kitab tersebut memuat beberapa kesalahan Albani dengan rincian sebagai berikut: Dhaif ke sahih atau hasan sebanyak 114 hadis, sahih atau hasan ke dlaif sebanyak 71 hadis, Hasan ke sahih atau sebaliknya sebanyak 9 hadis, dlaif ke maudlu’ sebanyak 6 hadis. Dengan demikian kesemuanya berjumlah 200 hadis .
.
.
.
👤. Ustadz Ahmad Sarwat حفظه الله
👤. Ustadz Ma’ruf khozim حفظه الله
👤. Salafy Taubat.

30/09/2018 Posted by | Bicara Ulama, Informasi, wahabi | 3 Comments

Musuh-Musuh Tasawuf dan Tarikat”

PENGENALAN

Pada pengamatan dan pemerhatian penulis, sejak kebelakangan ini, telah wujud segolongan puak di Malaysia yang begitu galak memperlekeh, mencaci dan menghina tawasuf serta tarikat. Pelbagai tohmahan demi tohmahan dilontarkan kepada tokoh-tokoh ulama sufi muktabar serta wali-wali Allah Taala. Golongan ini merasakan diri mereka begitu hebat berbanding para ulama yang telah disebutkan oleh Rasulullah S.A.W. sebagai pewaris para nabi. Walaupun ilmu agama dan amalan yang dimiliki mereka tidaklah seberapa jika hendak dibandingkan dengan para ulama, namun mereka dengan megah mendabit dada untuk mengatakan mereka begitu arif serta faham semuanya mengenai Islam. Amat menyedihkan lagi, golongan ini terdiri daripada kalangan orang Islam sendiri yang mengaku memahami, mendalami dan memperjuangkan Islam, tetapi hakikatnya merekalah perosak umat Islam.

Mungkin mereka terlupa tentang firman Allah Taala di dalam sebuah hadis qudsi seperti berikut:

Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Baghawi: Daripada Anas bin Malik R.A., daripada Rasulullah S.A.W., daripada Jibril A.S., daripada Allah Taala berfirman (hadis qudsi) bermaksud:

Barangsiapa yang menghina kekasihKu maka sesungguhnya dia telah mengajakKu berperang, sesungguhnya Aku akan murka demi kekasih-kekasihKu seperti marahnya sesekor singa yang garang…

(Riwayat Ibnu Abi ad-Dunya, Abu Nuaim).

Hadis qudsi ini ada juga diriwayatkan dengan lafaz yang berbeza dari riwayat ini oleh al-Bukhari, Ahmad, at-Tabrani, Abu Yala dan sebagainya lagi).

SIAPAKAH MUSUH-MUSUH TASAWUF DAN TARIKAT?

Musuh-musuh tasawuf cuba sedaya upaya untuk menyerang dan menfitnah tasawuf Islam dengan pelbagai pendustaan dan rekaan cerita semata-mata. Mereka juga akan melontarkan berbagai-bagai tohmahan dan penyelewengan mungkin disebabkan oleh perasaan hasad dengki mereka ataupun mungkin juga disebabkan kejahilan diri mereka sendiri terhadap agama Islam. Lebih menyedihkan lagi ada di antara musuh-musuh tasawuf ini terdiri dari kalangan orang-orang Islam sendiri sedangkan mereka semua sudah sedia maklum mengenai hakikat kebenaran tasawuf ini sepertimana yang terkandung di dalam sebuah al-Hadis S.A.W. mengenai Ihsan.

Sabda Rasulullah S.A.W. bermaksud:

Bahawa kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihatNya dan jika kamu tidak melihatNya maka sesungguhnya Dia melihat kamu.

(Riwayat Muslim).

Berkata al-Muhaddith Syeikh Muhammad Siddiq al-Ghumari:

Sesungguhnya Ihsan sebagaimana dalam hadis tersebut adalah ibarat dari tiga rukun yang disebutkan. Barangsiapa tidak menyempurnakan rukun Ihsan yang mana ia merupakan tarikat (jalan) maka tanpa ragu-ragu lagi bahawa agamanya tidak sempurna kerana dia meninggalkan satu rukun dari rukun-rukunnya. Tujuan atau kemuncak matlamat yang diseru dan diisyaratkan oleh tarikat ialah maqam Ihsan setelah memperbetukan Islam dan Iman.

(Kitab: Intishar Li Thariqi as-Sufiyyah).

Berkata Syeikh al-Islam Zakaria al-Ansori:

Tasawuf ialah suatu ilmu yang diketahui dengannya keadaan penyucian jiwa dan pembersihan akhlak serta mengimarahkan zahir dan batin bertujuan untuk mencapai kebahagiaan yang abadi.

(Kitab: Ala Hamisy Risalah al-Qusyairi).

Berkata Imam Junaid:

Tasawuf ialah menggunakan semua akhlak ketinggian yang terpuji dan meninggalkan semua tingkahlaku yang rendah lagi di keji.

(Kitab: Nusrah al-Nabawiyyah).

Berkata Syeikh Abdul Kadir Isa di dalam kitabnya Haqaiq An al-Tasawuf mengenai musuf-musuf tasawuf sepertimana berikut (penulis hanya mengambil secara ringkas sahaja):

Di antara musuh-musuh tasawuf terdiri dari kalangan orentalis lagi zindiq serta para pengikutnya dan konco-konconya. Mereka telah disusun atur dan dilatih oleh golongan kafir yang jahat bagi mencela Islam. Mereka cuba memusnahkan pokok pangkal Islam dengan menimbulkan pelbagai keraguan serta menyebarkan fahaman-fahaman untuk memecahkan umat Islam. Mereka mempelajari Islam secara mendalam tetapi bertujuan untuk menyeleweng dan memusnahkan Islam. Mereka juga sentiasa memiliki sifat talam dua muka. Mereka juga mendakwa tasawuf diambil daripada Yahudi, Nasrani dan Buddha. Bermacam-macam tohmahan dilemparkan terhadap tokoh-tokoh ulama tasawuf. Apa yang lebih mendukacitakan, terdapat segelintir orang Islam menggunapakai pandangan dan pendapat dari musuh-musuh Islam ini untuk mencela tasawuf secara total. Inikah yang dikatakan pejuang Islam yang sebenarnya? Kadang-kadang mereka ini berselindung di sebalik sebagai seorang pengkaji atau sarjana ilmuan Islam, akan tetapi merekalah di antara para perosak agama Islam dari dalam.

Di antara musuh-musuh tasawuf juga ialah mereka yang jahil dengan hakikat tasawuf Islam itu sendiri. Mereka tidak mempelajari daripada tokoh-tokoh ulama sufi secara jujur dan amanah serta tidak juga mengambil manfaat daripada ulama-ulama tasawuf yang ikhlas menyampaikan ilmu pengetahuan. Mereka cuba mengkaji sendiri kitab-kitab tasawuf sedangkan mereka tidak mempunyai asas dan tidak memahami maksud sebenar serta mereka juga tidak mengetahui tentang penyelewengan terhadap kitab-kitab tersebut oleh musuh-musuh tasawuf Islam. Maka akan timbullah pandangan negatif dan berburuk sangka terhadap tasawuf ini. Kita boleh bahagikan mereka ini kepada beberapa golongan:

Golongan pertama:

Fikrah tentang tasawuf yang ada pada mereka diambil melalui amalan suluk sesetengah golongan yang menyelinap masuk serta menyeleweng yang terdiri daripada musuh-musuh tasawuf. Mereka tidak membezakan di antara tasawuf yang hakiki lagi suci dengan sesetengah perkara jelek dan keji yang datang menyelinap yang tiada hubungkait dengan Islam.

Golongan kedua:

Mereka merupakan golongan yang terpedaya dengan apa yang mereka dapati daripada kitab-kitab tokoh-tokoh sufi yang terdiri daripada pelbagai permasalahan yang diselinap masuk. Mereka mengambilnya sebagai suatu hakikat sabit tanpa sebarang kepastian terlebih dahulu. Mungkin juga mereka mengambil kata-kata sabit yang terdapat dalam kitab-kitab ahli sufi lalu memahaminya tanpa mengikut apa yang dikehendaki oleh kitab tersebut. Mereka mengikut fahaman cetek yang dimiliki, ilmu yang terhad serta keinginan yang tersendiri tanpa merujuk terlebih dahulu kepada ahli sufi yang jelas kefahamannya tentang syariat dan akidah. Mereka mentakwilkan kalam-kalam para ulama sufi mengikut hawa nafsu tanpa bertanya terlebih dahulu kepada ahlinya yang lebih memahami. Mereka ini seumpama mengambil ayat-ayat al-Quran al-Karim yang mempunyai kesamaran (mutasyabihat) lalu mentakwilkannya sesuka hati tanpa melihat kepada ayat-ayat yang jelas (muhkamat) dan tidak juga bertanya terlebih dahulu kepada para ulama yang lebih mengetahui sepertimana yang telah dijelaskan oleh Allah Taala di dalam al-Quran al-Karim (Surah al-Imran: Ayat 7). Sedangkan ada sebilangan dari kalangan mereka yang begitu mengecam pentakwilan (bukan menurut hawa nafsu) oleh para ulama muktabar bukan?

Golongan ketiga:

Mereka merupakan golongan yang tertipu. Mereka mencedok ilmu pengetahuan daripada orientalis. Mereka hanya menggunapakai pandangan dan sangkaan salah dari para orientalis semata-mata. Mereka tidak dapat membezakan di antara tasawuf Islam yang sebenarnya dengan tasawuf yang telah dicemari di sebabkan mereka tiada ilmu dan asas yang bertepatan.

Inilah di antara musuh-musuh tasawuf serta tarikat yang bertindak menyerang tasawuf dari sebelah luar ataupun dari sebelah dalam Islam. Mereka bersungguh-sungguh menabur fitnah selagimana mereka di berikan nyawa yang sementara ini dari Allah Taala. Mungkin juga mereka lupa bahawa mereka akan diperhitungkan oleh Allah Taala di akhirat kelak. Bersedialah!

TARIKAT TASAWUF SESAT?

Maksud tarikat secara umumnya ialah suatu jalan (tarikat) yang dilalui seseorang Islam itu untuk mendekatkan diri kepada Allah Taala. Di sini kita tidak menafikan bahawa wujud segelintir tarikat yang sesat dan tidak mengikut syariat Islam yang sebenar. Namun untuk menghukum kesemua tarikat tasawuf adalah salah dan sesat secara pukul rata, dakwaan ini tidaklah boleh diterima akal sama sekali. Ulama-ulama muktabar Islam juga turut memperakui kebenaran tarikat tasawuf ini dan ada di antara mereka merupakan pengamal tarikat di antaranya Imam Hanafi (Sila rujuk kitab ad-Dur al-Mukhtar). Ini merupakan bukti yang kukuh lagi kuat untuk menyatakan bahawa tarikat adalah dibenarkan dan bertepatan dengan Islam. Mana mungkin para ulama muktabar yang begitu memahami dan mendalami Islam mengamalkan tarikat tasawuf jika ia sesuatu yang sesat dan bidaah bukan?

Berkata Imam Shafie:

Disukai bagiku daripada duniamu tiga perkara: Meninggal perkara yang membebankan diri dan bergaul sesama makhluk dengan lemah lembut serta mengikut jalan ahli tasawuf.

(Kitab: Kasfu al-Khafa Wa Mazilu al-Albas).

Adapun ahli tasawuf yang sebenarnya tidaklah terlepas dari melakukan syariat Islam bahkan merekalah golongan yang perlu memperbanyakkan lagi amalan-amalan baik dengan berlipat-lipat kali ganda. Ini kerana tasawuf dan tarikat itu sendiri terikat dengan al-Quran al-Karim dan al-Hadis S.A.W. sepertimana yang diterangkan oleh Imam Junaid:

Mazhab kami terikat dengan usul al-Quran al-Karim dan as-Sunnah S.A.W.

(Kitab: al-Tabaqat as-Sufiyyah).

Bagi pengamal tarikat tasawuf Islam yang telah lama mahupun kepada yang baru berjinak-jinak dengan tarikat, mungkin kata-kata dari Syeikh Abdul Qadir al-Jailani ini boleh dijadikan pedoman serta panduan:

Sesungguhnya meninggalkan ibadah fardhu adalah zindiq,

Melakukan yang haram atau yang ditegah adalah maksiat,

Perkara fardhu tidak akan gugur daripada seseorang individu walau dalam apa jua keadaan sekalipun.

(Kitab: al-Fathu ar-Rabbani).

Di sini penulis ingin katakan bahawa tarikat tasawuf bukanlah suatu yang sesat dan bidaah di sisi Islam sepertimana yang didakwa oleh sesetengah pihak, bahkan tasawuf adalah sebahagian daripada Islam melalui pengiktirafannya mengenai Ihsan di dalam hadis Jibril A.S. Adapun adalah perosak tasawuf tarikat yang sesat itu sebenarnya bukanlah dinamakan tarikat tasawuf bahkan mereka ini. Mereka mendakwa sebagai pengamal tasawuf, akan tetapi mereka menyeleweng dari landasan yang telah ditetapkan oleh Islam. Inilah di antara masalah-masalah yang terpaksa di hadapi oleh para pengamal tarikat tasawuf sehinggakan ia memberi peluang kepada musuh-musuh tasawuf untuk melancarkan serangan jahat terhadap Islam secara umumnya dan tasawuf secara khususnya.

Namun ada sesetengah pengamal tarikat tasawuf yang terlalu taksub sehingga mengatakan semua pihak yang mendakwa diri sebagai tarikat adalah betul dan tidak salah sama sekali. Mereka ini terus menyalahkan dan memaki-hamun sesiapa sahaja (di manakah akhlak sebagai seorang pengamal tasawuf?) yang mendakwa sesuatu tarikat itu tidak bertepatan dengan Islam walaupun orang yang berkata itu adalah para ulama sufi sendiri. Sedangkan kita semua juga mengetahui bahawa wujud segelintir tarikat yang menyalahi syariat Islam sepertimana yang telah saya jelaskan di atas. Sikap ketaasuban mereka yang terlalu melampau ini juga boleh membuka ruang bagi musuh-musuh tasawuf dan tarikat merendah-rendahkan Islam dan mengucar-kacir masyarat Islam itu sendiri.

SUFI ATAU PENDAKWA SUFI?

Pada hari ini kelihatan tasawuf dikecam dan diburukkan dengan begitu hebat oleh segelintir golongan yang mempunyai niat busuk lagi keji. Ada di kalangan mereka bertopengkan tasawuf serta menisbahkan diri kepada tasawuf. Ada juga di kalangan mereka yang menabur fitnah yang berterusan kepada pengamal tasawuf dengan tohmaham-tohmahan yang tidak bertepatan. Mereka memburuk-burukkan tasawuf dengan berbagai-bagai cara di antaranya melalui kata-kata atau ucapan-ucapan umum, perbuatan, perjalanan hidup, penulisan dan sebagainya lagi sedangkan mereka ini tiada kaitan langsung dengan tasawuf. Ini menyebabkan masyarakat memandang serong terhadap pengamal tasawuf di sebabkan fitnah yang disebarkan oleh mereka yang konon-kononnya memahami agama Islam. Adakah tindakan mereka itu melambangkan mereka benar-benar memahami Islam?

Pertolongan Allah Taala sentiasa datang untuk membantu hamba-hambaNya yang benar. Allah Taala menzahirkan penyelewengan pendakwa kesufian yang menyeleweng ini untuk membezakan dengan ahli sufi yang sebenarnya. Di antaranya muncul para ulama muktabar terdiri daripada kalangan imam-imam yang diketahui keilmuan dan kealiman mereka itu dan mereka juga ialah tokoh-tokoh sufi yang begitu masyhur serta diperakui kehebatannya. Mereka memberi perakuan dan pengiktirafan terhadap tasawuf ini bahkan mereka juga di antara pengamal tasawuf yang diikuti oleh umat Islam. Mereka bangkit berdakwah dan menyampaikan kebenaran dan menagkis segala kebatilan yang datang dari musuh-musuh tasawuf.

Berkata Syeikh Abdul Kadir Isa:

Di sana terdapat perbezaan yang begitu ketara di antara tasawuf dan sufi.

Golongan yang mendakwa tasawuf dengan segala penyelewengan dan percanggahan bukanlah merupakan gambaran kepada tasawuf. Ia sebagaimana seorang muslim dengan segala perbuatannya yang mungkar bukanlah merupakan gambaran kepada Islam dan agama anutannya.

(Kitab: Haqaiq An al-Tasawuf).

Golongan yang baik ataupun jahat sentiasa ada di dalam semua golongan sehingga hari kiamat. Bukan semua ahli sufi itu sama tarafnya. Ada di kalangan mereka yang soleh dan ada di kalangan mereka yang lebih soleh. Ada yang hebat dan ada yang lebih hebat. Begitu jugalah umat dari generasi salaf yang ada di antara mereka yang baik lagi soleh dan ada di antara mereka yang jahat dan tidak soleh. Semua ini adalah ketentuan dari Allah Taala sebagai ujian dan dugaan kepada hambaNya yang beriman lagi bertakwa.

Wallahu alam.semuga penerangan dan sedikit kupasan bab ini.memberikan manfaat KPD kita semua.

Aaminn…….

Sumber: Group Whatsapp BMW Idealis 28 Sep 2018

28/09/2018 Posted by | Ibadah, Tasauf, wahabi | Leave a comment

*CIRI-CIRI WAHABI YANG WAJIB DITOLAK*

بسم الله الرحمن الر حيم

إن الحمد لله نحمده تعالى ونستعينه ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا ، من يهديه الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له ، واشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، واشهد أن محمد عبده ورسوله {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون} سورة: آل عمران – الآية: 102

*OLEH*
AL FADHIL USTAZ
MUHAMAD NAJIB SANURI

*FATWA KE ATAS FAHAMAN WAHABI*

1. MUZAKARAH JAWATANKUASA FATWA KEBANGSAAN KALI KE-12 PADA TAHUN 1985,
2. MUZAKARAH JAWATANKUASA FATWA KEBANGSAAN KALI KE-14 PADA TAHUN 1985,
3. MUZAKARAH JAWATANKUASA FATWA KEBANGSAAN KALI KE-16 PADA TAHUN 1986,
4. MUZAKARAH JAWATANKUASA FATWA KEBANGSAAN KALI KE-40 PADA TAHUN 1996,
5. MUZAKARAH JAWATANKUASA FATWA KEBANGSAAN KALI KE-42 PADA TAHUN 1997,
6. MUZAKARAH JAWATANKUASA FATWA KEBANGSAAN KALI KE-44 PADA TAHUN 1998,
KEPUTUSAN ADALAH MENOLAK PENYEBARAN
FAHAMAN WAHABI KERANA MENGANGGU GUGAT PERPADUAN UMAT ISLAM

*SUMBER*

1. JABATAN KEMAJUAN ISLAM MALAYSIA (JAKIM)
2. JAWATANKUASA PENYELARASAN PENYELIDIKAN ISLAM KEBANGSAAN (JAPPIS).

*CIRI-CIRI PENDAPAT WAHABI*

1. Sering merujuk pendapat Ibnu Taimiyyah, al-Albani, Ibnu Qayyim, Abdul Aziz bin Baz dan Ibnu Ustaimin.
2. Mengatakan Allah ada di langit bersemayam di atas Arasy.
3. Membahagi tauhid kepada tiga iaitu tauhid Uluhiyyah, Rububiyyah dan Asma’ wa sifat.
4. Menolak amalan menyebut lafaz niat solat (USOLLI).
5. Menolak amalan menyebut SAYYIDINA ketika berselawat.
6. Menolak amalan mengusap muka setelah selesai solat.
7. Menolak zikir, wirid dan doa beramai-ramai selepas solat di masjid.
8. Menolak amalan baca yaasiin beramai-ramai pada malam jumaat di masjid.
9. Menolak amalan solat terawih 20 raka’at di masjid.
10. Menolak amalan baca yaasiin 3 kali pada malam nisfu Sya’ban.
11. Menolak amalan membaca doa akhir dan awal tahun.
12. Menolak bacaan talqin ketika pengembumian mayat.
13. Menolak tahlil dan kenduri arwah.
14. Menolak bacaan berzanji dan marhaban.
15. Menolak amalan selawat syifak, selawat fatih, selawat nariah, selawat tafrijiah.
16. Menolak sambutan maulidur rasul.
17. Menolak amalan ziarah makam nabi.
18. Menolak bacaan tarhim dan bacaan Al-Quran sebelum azan subuh menggunakan pembesar suara.
19. Mengatakan tiada solat qabliah jumaat.
20. Menolak amalan membaca text ketika khutbah.
21. Menolak tasawuf dan tarikat.
22. Menolak MAZHAB.
23. Mengatakan bid’ah tiada yang hasanah, semua bid’ah adalah sesat.
24. Menolak beramal dengan hadis daif.
25. Menolak amalan tawassul dengan orang yang sudah meninggal dunia.
26. Menolak amalan tabarruk selain dari Nabi saw.
27. Menolak amalan isthtighathah.
28. Mengatakan talak tiga sekaligus cuma jatuh talak satu.
29. Menolak manhaj Asyairah dan Maturidiyah.
30. Menolak Sifat Dua Puluh.

*HAL AQIDAH*

1. Membagi Tauhid menjadi 3 bagian yaitu:
(a). Tauhid Rububiyyah: Dengan tauhid ini, mereka mengatakan bahwa kaum musyrik Mekah dan orang-orang kafir juga mempunyai tauhid.
(b). Tauhid Uluhiyyah: Dengan tauhid ini, mereka menafikan tauhid umat Islam yang bertawassul, beristigathah dan bertabarruk sedangkan ketiga-tiga perkara tersebut diterima oleh jumhur ulama‟ Islam khasnya ulama‟ empat Imam madzhab.
(c.) Tauhid Asma’ dan Sifat: Tauhid versi mereka ini bisa menjerumuskan umat islam ke lembah tashbih dan tajsim kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala seperti:
Menterjemahkan istiwa’ sebagai bersemayam/bersila
Merterjemahkan yad sebagai tangan
Menterjemahkan wajh sebagai muka
Menisbahkan jihah (arah) kepada Allah (arah atas – jihah ulya)
Menterjemah janb sebagai lambung/rusuk
Menterjemah nuzul sebagai turun dengan dzat
Menterjemah saq sebagai betis
Menterjemah ashabi’ sebagai jari-jari, dll
Menyatakan bahawa Allah SWT mempunyai “surah” atau rupa
Menambah bi dzatihi haqiqatan [dengan dzat secara hakikat] di akhir setiap ayat-ayat mutashabihat
2. Memahami ayat-ayat mutashabihat secara zhahir tanpa penjelasan terperinci dari ulama-ulama yang mu’tabar
3. Menolak asy-Sya’irah dan al-Maturidiyah yang merupakan ulama’ Islam dalam perkara Aqidah yang diikuti mayoritas umat islam
4. Sering mengkrititik asy-Sya’irah bahkan sehingga mengkafirkan asy-Sya’irah.
5. Menyamakan asy-Sya’irah dengan Mu’tazilah dan Jahmiyyah atau Mu’aththilah dalam perkara mutashabihat.
6. Menolak dan menganggap tauhid sifat 20 sebagai satu konsep yang bersumberkan falsafah Yunani dan Greek.
7. Berselindung di sebalik mazhab Salaf.
8. Golongan mereka ini dikenal sebagai al-Hasyawiyyah, al-Musyabbihah, al-
Mujassimah atau al-Jahwiyyah dikalangan ulama’ Ahli Sunnah wal Jama’ah.
9. Sering menuduh bahwa Abu Hasan Al-Asy’ari telah kembali ke mazhab Salaf setelah bertaubat dari mazhab asy-Sya’irah. Menuduh ulama’ asy-Sya’irah tidak betul-betul memahami faham Abu Hasan Al-Asy’ari.
10. Menolak ta’wil dalam bab Mutashabihat.
11. Sering menuduh bahwa mayoritas umat Islam telah jatuh kepada perbuatan syirik.
12. Menuduh bahwa amalan memuliakan Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam [membaca maulid dll] membawa kepada perbuatan syirik.
13. Tidak mengambil pelajaran sejarah para anbiya’, ulama’ dan sholihin dengan
dalih menghindari syirik.
14. Pemahaman yang salah tentang makna syirik, sehingga mudah menghukumi orang sebagai pelaku syirik.
15. Menolak tawassul, tabarruk dan istighathah dengan para anbiya’ serta sholihin.
16. Mengganggap tawassul, tabarruk dan istighathah sebagai cabang-cabang syirik.
17. Memandang remeh karamah para wali [auliya’].
18. Menyatakan bahwa ibu bapa dan datuk Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam tidak selamat dari adzab api neraka.
19. Mengharamkan mengucap “radhiallahu ‘anha” untuk ibu Rosulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam, Sayyidatuna Aminah.

*HAL SIKAP*

1. Sering membid’ahkan amalan umat Islam bahkan sampai ke tahap mengkafirkan
mereka.
2. Mengganggap diri sebagai mujtahid atau berlagak sepertinya (walaupun tidak layak).
3. Sering mengambil hukum secara langsung dari al-Qur’an dan hadits (walaupun tidak layak).
4. Sering memtertawakan dan meremehkan ulama’ pondok dan golongan agama yang lain.
5. Ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits yang ditujukan kepada orang kafir sering ditafsir ke atas orang Islam.
6. Memaksa orang lain berpegang dengan pendapat mereka walaupun pendapat itu syaz (janggal).

*HAL HADIS*

1. Menolak beramal dengan hadis dho’if.
2. Penilaian hadits yang tidak sama dengan penilaian ulama’ hadits yang lain.
3. Mengagungkan Nasiruddin al-Albani di dalam bidang ini [walaupun beliau tidak
mempunyai sanad bagi menyatakan siapakah guru-guru beliau dalam bidang hadits.
[Bahkan mayoritas muslim mengetahui bahwa beliau tidak mempunyai guru dalam bidang hadits dan diketahui bahawa beliau belajar hadits secara sendiri dan ilmu jarh dan ta’dil beliau adalah mengikut Imam al-Dhahabi].
4. Sering menganggap hadits dho’if sebagai hadits mawdhu’ [mereka mengumpulkan hadits dho’if dan palsu di dalam satu kitab atau bab seolah-olah kedua-dua kategori hadits tersebut adalah sama]
5. Pembahasan hanya kepada sanad dan matan hadits, dan bukan pada makna hadits. Oleh karena itu, pebedaan pemahaman ulama’ [syawahid] dikesampingkan.

*HAL QUR’AN*

1. Menganggap tajwid sebagai ilmu yang menyusahkan dan tidak perlu (Sebagian Wahabi indonesia yang jahil)

*HAL FEQAH*

1. Menolak mengikuti madzhab imam-imam yang empat; pada hakikatnya
mereka bermadzhab “TANPA MADZHAB”
2. Mencampuradukkan amalan empat mazhab dan pendapat-pendapat lain sehingga membawa kepada talfiq [mengambil yang disukai] haram
3. Memandang amalan bertaqlid sebagai bid’ah; mereka mengklaim dirinya berittiba’
4. Sering mengungkit dan mempermasalahkan soal-soal khilafiyyah
5. Sering menggunakan dakwaan ijma’ ulama dalam masalah khilafiyyah
6. Menganggap apa yang mereka amalkan adalah sunnah dan pendapat pihak lain adalah Bid’ah
7. Sering menuduh orang yang bermadzhab sebagai ta’assub [fanatik] mazhab
8. Salah faham makna bid‟ah yang menyebabkan mereka mudah membid‟ahkan orang lain
9. Mempromosikan madzhab fiqh baru yang dinamakan sebagai Fiqh al-Taysir, Fiqh al-Dalil, Fiqh Musoffa, dll [yang jelas keluar daripada fiqh empat mazhab]
10. Sering mewar-warkan agar hukum ahkam fiqh dipermudahkan dengan menggunakan hadis “Yassiru wa la tu’assiru, farrihu wa la tunaffiru”
11. Sering mengatakan bahwa fiqh empat madzhab telah ketinggalan zaman

*HAL NAJIS*

1. Sebagian mereka sering mempermasalahkan dalil akan kedudukan babi sebagai najis mughallazhah
2. Menyatakan bahwa bulu babi itu tidak najis karena tidak ada darah yang mengalir.

*HAL WUDHU’*

1. Tidak menerima konsep air musta’mal
2. Bersentuhan lelaki dan perempuan tidak membatalkan wudhu’
3. Membasuh kedua belah telinga dengan air basuhan rambut dan tidak dengan air yang baru.

*HAL ADZAN*

1. Adzan Juma’at sekali; adzan kedua ditolak

*HAL SHALAT*

1. Mempromosikan “Sifat Shalat Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam‟, dengan alasan kononnya shalat berdasarkan fiqh madzhab adalah bukan sifat shalat Nabi yang benar
2. Menganggap melafazhkan kalimat “usholli” sebagai bid’ah.
3. Berdiri dengan kedua kaki mengangkang.
4. Tidak membaca “Basmalah‟ secara jahar.
5. Menggangkat tangan sewaktu takbir sejajar bahu atau di depan dada.
6. Meletakkan tangan di atas dada sewaktu qiyam.
7. Menganggap perbedaan antara lelaki dan perempuan dalam shalat sebagai perkara bid‟ah (sebagian Wahabiyyah Indonesia yang jahil).
8. Menganggap qunut Subuh sebagai bid’ah.
9. Menggangap penambahan “wa bihamdihi” pada tasbih ruku’ dan sujud adalah bid’ah.
10. Menganggap mengusap muka selepas shalat sebagai bid’ah.
11. Shalat tarawih hanya 8 rakaat; mereka juga mengatakan shalat tarawih itu
sebenarnya adalah shalat malam (shalatul-lail) seperti pada malam-malam lainnya
12. Dzikir jahr di antara rakaat-rakaat shalat tarawih dianggap bid’ah.
13. Tidak ada qadha’ bagi shalat yang sengaja ditinggalkan.
14. Menganggap amalan bersalaman selepas shalat adalah bid’ah.
15. Menggangap lafazh sayyidina (taswid) dalam shalat sebagai bid’ah.
16. Menggerak-gerakkan jari sewaktu tasyahud awal dan akhir.
17. Boleh jama’ dan qashar walaupun kurang dari dua marhalah.
18. Memakai sarung atau celana setengah betis untuk menghindari isbal.
19. Menolak shalat sunnat qabliyyah sebelum Juma’at
20. Menjama’ shalat sepanjang semester pengajian, karena mereka berada di landasan Fisabilillah

*HAL DO’A, DZIKIR DAN*
*BACAAN AL-QUR’AN*

1. Menggangap do’a berjama’ah selepas shalat sebagai bid’ah.
2. Menganggap dzikir dan wirid berjama’ah sebagai bid’ah.
3. Mengatakan bahwa membaca “Sodaqallahul ‘azhim” selepas bacaan al-Qur’an adalah Bid’ah.
4. Menyatakan bahwa do’a, dzikir dan shalawat yang tidak ada dalam al-Qur’an dan Hadits sebagai bid’ah. Sebagai contoh mereka menolak Dala’il al-Khairat, Shalawat al-Syifa‟, al-Munjiyah, al-Fatih, Nur al-Anwar, al-Taj, dll.
5. Menganggap amalan bacaan Yasin pada malam Jum’at sebagai bid’ah yang haram.
6. Mengatakan bahwa sedekah atau pahala tidak sampai kepada orang yang telah wafat.
7. Mengganggap penggunaan tasbih adalah bid’ah.
8. Mengganggap zikir dengan bilangan tertentu seperti 1000 (seribu), 10,000 (sepuluh ribu), dll sebagai bid’ah.
9. Menolak amalan ruqiyyah syar’iyah dalam pengobatan Islam seperti wafa‟, azimat, dll.
10. Menolak dzikir isim mufrad: Allah Allah.
11. Melihat bacaan Yasin pada malam nisfu Sya’ban sebagai bid’ah yang haram.
12. Sering menafikan dan memperselisihkan keistimewaan bulan Rajab dan Sya’ban.
13. Sering mengkritik keutamaan malam Nisfu Sya’ban.
14. Mengangkat tangan sewaktu berdoa’ adalah bid’ah.
15. Mempermasalahkan kedudukan shalat sunat tasbih.

*HAL PENGURUSAN*
*JENAZAH DAN KUBUR*

1. Menganggap amalan menziarahi maqam Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para anbiya’, awliya’, ulama’ dan sholihin sebagai bid’ah dan shalat tidak boleh dijama’ atau qasar dalam ziarah seperti ini.
2. Mengharamkan wanita menziarahi kubur.
3. Menganggap talqin sebagai bid’ah.
4. Mengganggap amalan tahlil dan bacaan Yasin bagi kenduri arwah sebagai bid’ah yang haram.
5. Tidak membaca do’a selepas shalat jenazah.
6. Sebagian ulama’ mereka menyeru agar Maqam Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dikeluarkan dari masjid nabawi atas alasan menjauhkan umat Islam dari syirik
7. Menganggap kubur yang bersebelahan dengan masjid adalah bid’ah yang haram
8. Do’a dan bacaan al-Quran di perkuburan dianggap sebagai bid’ah.

*HAL MUNAKAHAT*

1. Talak tiga (3) dalam satu majlis adalah talak satu (1)

*HAL MAJLIS SAMBUTAN BERAMAI-RAMAI*

1. Menolak peringatan Maulid Nabi; bahkan menyamakan sambutan Mawlid Nabi dengan perayaan kristen bagi Nabi Isa as.
2. Menolak amalan marhaban para habaib
3. Menolak amalan barzanji.
4. Berdiri ketika bacaan maulid adalah bid’ah
5. Menolak peringatan Isra’ Mi’raj, dll.

*HAL HAJI DAN UMRAH*

1. Mencoba untuk memindahkan “Maqam Ibrahim as.” namun usaha tersebut telah digagalkan oleh al-Marhum Sheikh Mutawalli Sha’rawi saat beliau menemuhi Raja Faisal ketika itu.
2. Menghilangkan tanda telaga zam-zam
3. Mengubah tempat sa’i di antara Sofa dan Marwah yang mendapat tentangan ulama’ Islam dari seluruh dunia

*HAL PEMBELAJARAN DAN PENGAJARAN*

1. Maraknya para professional yang bertitle LC menjadi “ustadz-ustadz‟ mereka (di Indonesia)
2. Ulama-ulama yang sering menjadi rujukan mereka adalah:
a. Ibnu Taymiyyah al-Harrani
b. Ibnu Qayyim al-Jauziyyah
c. Muhammad bin Abdul Wahhab
d. Sheihk Abdul Aziz bin Baz
e. Nasiruddin al-Albani
f. Sheikh Sholeh al-Utsaimin
g. Sheikh Sholeh al-Fawzan
h. Adz-Dzahabi dll.
3. Sering mendakwahkan untuk kembali kepada al-Qura’an dan Hadits (tanpa menyebut para ulama’, sedangkan al-Qura’n dan Hadits sampai kepada umat Islam melalui para ulama’ dan para ulama’ juga lah yang memelihara dan menjabarkan kandungan al-Qur’an dan Hadits untuk umat ini)
4. Sering mengkritik Imam al-Ghazali dan kitab “Ihya’ Ulumuddin”

*HAL PENGKHIANATAN MEREKA KEPADA UMAT ISLAM*

1. Bersekutu dengan Inggris dalam menjatuhkan kerajaan Islam Turki Utsmaniyyah
2. Melakukan perubahan kepada kitab-kitab ulama’ yang tidak sehaluan dengan mereka
3. Banyak ulama’ dan umat Islam dibunuh sewaktu kebangkitan mereka di timur tengah
4. Memusnahkan sebagian besar peninggalan sejarah Islam seperti tempat lahir Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, meratakan maqam al-Baqi’ dan al-Ma’la [makam para isteri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di Baqi’, Madinah dan Ma’la, Mekah], tempat lahir Sayyiduna Abu Bakar dll, dengan hujjah tempat tersebut bisa membawa kepada syirik.
5. Di Indonesia, sebagian mereka dalu dikenali sebagai Kaum Muda atau Mudah [karena hukum fiqh mereka yang mudah, ia merupakan bentuk ketaatan bercampur dengan kehendak hawa nafsu].

*HAL TASAWWUF DAN THARIQAT*

1. Sering mengkritik aliran Sufisme dan kitab-kitab sufi yang mu’tabar
2. Sufiyyah dianggap sebagai kesamaan dengan ajaran Budha dan Nasrani
3. Tidak dapat membedakan antara amalan sufi yang benar dan amalan bathiniyyah yang sesat.

Inilah kejahatan dan kesesatan aliran Salafi Wahabi yakni ajaran yang dibawakan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab at-Tamimi an-Najdi :

1. Allah bersemayam di atas ‘arsy seperti akidahnya kaum Yahudi.
2. Golongan yang beriman kepada setengah ayat Al-Qur’an dan kafir dengan setengah ayat Al-Quran yang lain.
3. Golongan yang menolak Takwil pada setengah ayat, dan membolehkan Takwil pada setengah ayat yang lain berdasarkan mengikuti hawa nafsu mereka.
4. Golongan yang menafikan Kenabian Nabi Adam A.S.
5. Golongan yang menyatakan bahwa Alam ini Qidam/Maha Dahulu (Rujuk pandangan ibn Taimiyyah).
6. Golongan yang mengkafirkan Imam Abu al-Hasan Al-Asy’ari dan para pengikutnya.
7. Golongan yang mengkafirkan Sultan Sholahuddin Al-Ayyubi dan Sultan Muhammad Al-Fateh.
8. Golongan yang mengkafirkan Imam An-Nawazwi dan Seluruh Ulama Islam yang menjadi para pengikutnya (Asy’ariyah dan Maturidiyah).
9. Golongan yang mendhoifkan hadits-hadits shohih dan menshohihkan hadis-hadis dhoif (lihat penulisan Albani).
10. Golongan yang tidak mempelajari ilmu dari Guru atau Syeikh, hanya copy paste dan membaca dari buku-buku dan sebagainya.
11. Golongan yang mengharamkan bermusafir ke Madinah dengan niat ziarah Nabi Muhammad SAW.
12. Golongan yang membunuh Ummat Islam beramai-ramai di Mekah, Madinah, dan beberapa kawasan di tanah Hijaz (lihat tarikh an-Najdi).
13. Golongan yang meminta bantuan Askar dan Senjata pihak Britain (yang bertapak di tempat Kuwait pada ketika ini) ketika kalah dalam perang ketika mereka ingin menjajah Mekkah dan Madinah.
14. Golongan yang menghancurkan turath (sejarah peninggalan) Ummat Islam di Mekkah dan Madinah. (lihat kawasan pekuburan Jannatul Baqi, Bukit Uhud dan sebagainya).
15. Golongan yang membenci kaum ahlul bait.
16. Golongan yang bertentangan dengan Ijma para Shohabat, Tabiin, Salaf, Khalaf dan seluruh Ulama ASWAJA.
17. Golongan yang mendakwa akal tidak boleh digunakan dalam dalil syara’, dengan menolak fungsi akal (ayat-ayat Al-Quran menyarankan menggunakan akal).
18. Golongan yang mengejar syuhrah (pangkat, nama, promosi, kemasyhuran) dengan menggunakan pemahaman mereka yang salah terhadap Al-Qura’n dan As-Sunnah.
19. Golongan yang mendhoifkan hadis solat tarawih 20 rakaat. (Albani)
20. Golongan yang mengharamkan menggunakan Tasbih. (Albani)
21. Golongan yang mengharamkan berpuasa pada hari sabtu walaupun hari Arafah jatuh pada hari tersebut. (Albani)
22. Golongan yang melecehkan Imam Abu Hanifah R.A. (Albani)
23. Golongan yang mendakwa Allah memenuhi alam ini dan menghina Allah dengan meletakkan anggota pada Allah SWT.
24. Golongan yang mendakwa Nabi Muhammad SAW tidak hayyan (hidup) di kuburan beliau. (Albani)
25. Golongan yang melarang membaca Sayyidina dan menganggap perbuatan itu bid’ah dholalah/sesat.
26. Golongan yang mengingkari membaca Al-Quran dan membaca talqin pada orang yang meninggal.
27. Golongan yang melarang membaca shalawat selepas adzan. (Albani)
28. Golongan yang mengatakan Syurga dan Neraka ini fana (tidak akan kekal). (ibn Taimiyyah)
29. Golongan yang mengatakan lafadz talaq tiga tidak jatuh, jika aku talaq kamu dengan talaq tiga. (ibn Taimiyyah).
30. Golongan yang mengisbatkan (menyatakan/menetapkan) tempat bagi Allah. (Ibn Taimiyyah)
31. Golongan yang menggunakan uang ringgit untuk menggerakkan ajaran sesat mereka, membuat tadlis (penipuan dan pengubahan) di dalam kitab-kitab ulama yang tidak sependapat dengan mereka.
32. Golongan yang mengkafirkan orang Islam yang menetap di Palestine sekarang ini. (Albani)
33. Golongan yang membid’ahkan seluruh ummat Islam.
34. Golongan yang menghukumi syirik terhadap amalan ummat Islam yang tidak sepaham dengan mereka.
35. Golongan yang membawa ajaran tauhid dan tidak pernah belajar ilmu tauhid. (Ibn Taimiyyah)
36. Golongan yang mengatakan bahwa Abu Jahal dan Abu Lahab juga mempunyai tauhid, tidak pernah Nabi Muhammad SAW mengajar begini atau pun para Shohabah R.A. (Muhammad Abdul Wahab)
37. Golongan yang membolehkan memakai lambang salib hanya semata-mata untuk mujamalah/urusan resmi kerajaan, dan hukumnya tidak kufur. (Bin Baz)
38. Golongan yang membiayai keuangan Askar Kaum Kuffar untuk membunuh Ummat Islam dan melindungi negara mereka. (kerajaan Wahhabi Saudi)
39. Golongan yang memberi Syarikat-syarikat Yahudi memasuki Tanah Haram. (Kerajaan Wahhabi Saudi)
40. Golongan yang memecah-belah Ummat Islam dan institusi kekeluargaan.
41. Golongan yang mengharamkan Maulid dan bacaan-bacaan barzanji, marhaban.
42. Golongan yang menghalalkan bom bunuh diri atas nama jihad walaupun orang awam kafir yang tidak bersenjata mati. (selain di Palastine)
43. Golongan yang menghalalkan darah Ahlus Sunnah Wal Jamaah Asy’ariyah dan Maturidiyah. Lihat di Lubnan, Chechnya, Algeria, dan beberapa negara yang lain.
44. Golongan yang menimbulkan fitnah terhadap Ummat Islam dan menjelek-jelekkan nama baik Islam.
45. Golongan yang membuat kekacauan di Fathani, Thailand.
46. Golongan yang sesat menyesatkan rakyat Malaysia.
47. Golongan yang meninggalkan ajaran dan ilmu-ilmu Ulama ASWAJA yang muktabar.
48. Golongan yang meninggalkan methodologi ilmu ASWAJA.
49. Golongan yang minoritas dalam dunia, malah baru berumur setahun jagung.
50. Golongan yang menuduh orang lain dengan tujuan melarikan diri atau menyembunyikan kesesatan mereka.
51. Golongan yang jahil, tidak habis mempelajari ilmu-ilmu Agama, tetapi ingin membuat fatwa sesuka hati.
52. Golongan yang melarang bertaqlid, tetapi mereka lebih bertaqlid kepada mazhab sesat mereka.
53. Golongan yang secara dzahirnya berjubah, berkopiah, singkat jubah, janggut panjang, tetapi berlewat, tidak menghormati ulama, mengutuk para Alim Ulama dan tidak amanah dengan ilmu dan agama Islam.
54. Golongan yang tidak hujjah dalam ajaran mereka.
55. Golongan yang membawa ajaran sesat Ibn Taimiyyah/Muhamad Ibn Abd Wahab, kedua-dua individu ini telah dicemooh, ditentang, dijawab dan dikafirkan oleh Jumhur Ulama ASWAJA atas dasar akidah mereka yang sesat.

Wallahu a’lam bish-Showab wal hadi ila sabilil haq.

26/09/2018 Posted by | Q & A (Soal Jawab), wahabi | Leave a comment

MENJAWAB TUDUHAN KUFUR WAHHABI TERHADAP ZIKIR HASBI RABBI

Satu gambar yang berisikan tuduhan bahawa kalimah Nur Muhammad di dalam zikir Hasbi Rabbi berkait dengan ajaran MAJUSI dan SYIAH.

Amalan suka mengkafir dan mensyirik yang dikuti oleh pengikut wahhabi adalah berasal dari khawarij dan inilah yang diteruskan hingga ke hari ini dan juga diserapkan dalam gerakan ISIS, IS dan DAESH hingga menjadi ekstrimis.

Kerana itu, kita akan dapati banyak ajaran wahhabi kononnya mengikut al Quran dan as Sunnah sebenarnya adalah bohong dan realitinya bercanggah dengan al Quran dan sunnah Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam.

Nabi Sallallahu ‘alaihi wasallam melarang umatnya dari mengkafir dan mensyirikkan tanpa hak terhadap sesama saudaranya.

Jawapan terhadap tuduhan ini :

1. Ulasan Zikir Hasbi Rabbi – jawapan untuk Ustaz Aizam Mas’od https://m.facebook.com/188408961282820/photos/a.188411557949227/207259766064406/?type=3

2. Persoalan Nur Muhammad Soalan : Adakah Nabi SallaLlahu ‘alaihi wasallam merupakan nur atau manusia biasa seperti kita sepertimana yang dikhabarkan di dalam al Quran ?

Jawapan : Nabi sallaLlahu ‘alaihi wasallam merupakan nur, adalah sohih. Firman ALlah subahanahu wa ta’ala : يَـٰٓأَهۡلَ ٱلۡڪِتَـٰبِ قَدۡ جَآءَڪُمۡ رَسُولُنَا يُبَيِّنُ لَكُمۡ ڪَثِيرً۬ا مِّمَّا ڪُنتُمۡ تُخۡفُونَ مِنَ ٱلۡڪِتَـٰبِ وَيَعۡفُواْ عَن ڪَثِيرٍ۬‌ۚ قَدۡ جَآءَڪُم مِّنَ ٱللَّهِ نُورٌ۬ وَڪِتَـٰبٌ۬ مُّبِينٌ۬ (١٥) Ertinya : Wahai Ahli Kitab! Sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul kami (Muhammad s.a.w) dengan menerangkan kepada kamu banyak dari (keterangan-keterangan dan hukum-hukum) yang telah kamu sembunyikan dari Kitab Suci dan Dia memaafkan kamu (dengan tidak mendedahkan) banyak perkara (yang kamu sembunyikan). Sesungguhnya telah datang kepada kamu cahaya kebenaran (Nabi Muhammad) dari Allah dan sebuah Kitab (Al-Quran) yang jelas nyata keterangannya. (Al Maidah ayat : 15)

Allah subahanahu wa ta’ala juga berfirman : وَدَاعِيًا إِلَى ٱللَّهِ بِإِذۡنِهِۦ وَسِرَاجً۬ا مُّنِيرً۬ا (٤٦) Ertinya : “Dan (Muhammad sallaLlahu ‘alaihi wasallam juga sebagai penyeru (umat manusia seluruhnya) kepada agama ALlah subahanahu wa ta’ala dengan taufiq yang diberiNya ; dan sebagai lampuyang menerangi (Surah al Ahzaab ayat 46)

Baginda sallaLlahu ‘alaihi wasallam adalah nur dan penerang. Tidak mengapa jika kamu mengatakan bahawa Sayyiduna Muhammad sallaLlahu ‘alaihi wasallam adalah nur selama ALlah subahanahu wa ta’ala telah menyifatkan Baginda sallaLlahu ‘alaihi wasallam sedemikian dan menamakannya Nur.

Bahkan, telah thabit di dalam sunnah bahawa sahabat radiyaLlahu ‘anahu menyatakan sesungguhnya wajah Baginda sallaLlahu ‘alaihi wasallam seumpama bulan purnama. إن وجهه صلى الله عليه وسلم كالقمر رواه النسائي و الطبراني Ertinya : Sesungguhnya wajahnya (Nabi sallaLlahu ‘alaihi wasallam) seperti rembulan (Riwayat Nasa’i, As sunnan al Kubra, vol 5 hlmn 187, dan vol 6, hlm 155; Tobrani, Al Mu’jam Al Kabir, vol 10, hlm 147; dan al Hafiz Ibnu Hajar juga mengemukakan di dalam al Ishaabah, vol 6, hlm 180. Baginda sallaLlahu ‘alaihi wasallam juga telah mengkhabarkan ketika mengandungkannya, bondanya melihat cahaya yang memancar sehingga menerangi istana-istana Busra di negara Syam. Para sahabat radiyaLlahu ‘anhu tatkala masuk ke Madinah, semua benda menjadi bercahaya. Tatkala baginda sallaLlahu ‘alaihi wasallam wafat, semua benda menjadi gelap. Begitu juga athar-athar dan hadith-hadith lain yang menerangkan bahawa Baginda sallaLlahu ‘alaihi wasallam adalah nur.

Tidak sewajarnya kita menafikan bahawa nur tersebut adalah nur yang bersifat hissi (yang boleh dirasai oleh salah satu pancaindera). Kerana tidak ada di sana apa-apa yang menghalang untuk kita menyatakan bahawa sifat Baginda sallaLlahu ‘alaihi wasallam itu menerangi atau memiliki nur hissi sebagaimana ia juga tidak bertentangan dengan tabiat manusia yang telah dikhabarkan oleh al Quran.

Sesungguhnya yang dilarang ialah menafikan sifat kemanusiaan bagi diri Baginda sallaLlahu ‘alaihi wasallam kerana ini bersalahan dengan apa yang disohihkan oleh al Quran. ALlah subahanahu @MIUI| https://m.facebook.com/SunniMalaysia/photos/a.149616235103526/1839504096114723/?type=3

24/09/2018 Posted by | Uncategorized | Leave a comment

Asal usul bacaan Tahiyat dlm Solat.

ADAKAH ANDA TAHU LATAR BELAKANG ATTA’HIYYAAT Serta Mengapa Kita Baca Dalam Solat Kita?

ATTA’HIYYAAT adalah doa yang sangat penting; kita mengulanginya di dalam solat harian kita. Apabila saya mendapat tahu akan kepentingan ini, amat tersentuh hati saya.

ATTA’HIYYAAT sebenarnya adalah sebahagian daripada perbualan antara Pencipta kita Allah SWT dan yang kita kasihi Nabi Muhammad SAW semasa perjalanan Isra’ Mi’raj. Ketika Nabi Muhammad SAW bertemu Allah SWT, dia tidak berkata ‘Assalamualaikum’. Apakah yang seseorang akan berkata apabila dia bertemu Allah? Kita tidak boleh mengucapkan selamat sejahtera kerana semua sumber kesejahteraan adalah melalui Dia.

Jadi Nabi Muhammad SAW berkata: “Attahiyyaatul Mubaaraka TusSolawaatut toyibaatulillah” (Segala pujian, segala doa dan ibadah hanyalah untuk Allah)

Allah jawab:
“Assalamu Alaika Ayyuhannabiyyu ‘Warahmatullahi Wabarokaatuh” (Salam sejahtera ke atas kamu, Wahai Nabi dan Allah memberi rahmat dan keberkatan).

Untuk ini, Nabi Muhammad SAW menjawab:
“Assalamu ‘Alaina Wa’ala’Ibadillahis So’lihin” (Selamat sejahtera kepada kami dan kepada semua hamba yang baik kepada Allah)
Nota * Nabi Muhammad SAW mengata “kami” dalam jawapan … (dan pada semua hamba yang baik kepada Allah)

Dan mendengar perbualan ini antara Allah dan Rasul-Nya, para malaikat berkata:

“Ash’had’u’an La ilahaillallah Wa Ash’hadu Anna Muhammadun Abd’uhu Wa Rasuuluh” (Aku bersaksi bahawa tiada siapa yang berhak disembah melainkan Allah Dan aku bersaksi bahawa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya).

SubhanAllah!
Saya kini memahami kepentingan perbualan ini dalam doa harian kita dan bagaimana Solat telah ditetapkan kepada kita.

Wallahua’lam…

(Kisah ni ada disebutkan dalam Tafsir al-Samarqandi (tafsir surah al-Baqarah ayat 285) dan tafsir al-Tha’labi (tafsir surah al-Isra’ ayat 1)

Sumber: Madrasah Sunni Online

24/09/2018 Posted by | Ibadah, Informasi, Q & A (Soal Jawab) | 1 Comment

MENGENALI KAUM TUA (ASYA’IRAH DAN MATURIDIYAH)

Secara umumnya, Kaum Tua boleh didefinasikan sebagai ulama-ulama muktabar tradisional yang alim, berpengetahuan luas, mempunyai keahlian dalam selok belok agama, menjaga amanah ilmiyah, berpegang kepada pengajian bertalaqqi secara bersanad yang diwarisi daripada Rasulullah, sahabat, para tabien, tabi’ tabieen sehinggalah sampai ke tanah melayu kita.

Selain itu juga mereka dikaitkan dengan kitab kuning (lama)kerana mementingkan keaslian sumber yang dipakai betul-betul daripada Ulama’ Islam terdahulu, tidak diubah sebagaimana yang telah dilakukan oleh kaum Muda [wahhabi]. Sesuai dengan konsep bertalaqqi, ulama’-ulama’ ini sebagaimana biasanya melihat sirah atau masa lampau (salaf) sebagai sumber inspirasi atau sesuatu yang harus dipertahankan.

Kaum Tua di Nusantara, samada ulama silam di Malaysia, Indonesia, Brunei mahupun di Patani, akur bahawa rujukan dalam Islam yang paling utama ialah AL-QURAN dan AL-HADIS. Namun dalam masa yang sama sumber-sumber yang lain seperti IJMA’ ULAMA dan QIYAS AS-SHAHIH tidak kurang pentingnya kerana ianya amat diperlukan di antara satu sama lain. Oleh itu, Kaum Tua [ulama’ Islam] bersepakat bahawa sumber pensyari’atan Islam yang menjadi dustur (perlembagaan) Umat Islam terdapat 4 elemen iaitu AL-QURAN, HADIS, IJMAK ULAMA’ dan QIYAS AS-SHAHIH.

Selain dari itu, mereka menolak keras untuk menentukan segala persoalan Islam berdasarkan pemikiran otak semata-mata, bahkan hujah akal itu hanya boleh digunakan sebagai syahid kepada syara’ (bukti kebenaran syara’) sahaja.

Dari sudut akidah, Kaum Tua menjadikan garisan akidah dua tokoh Imam Besar sebagai pegangan. Kedua-dua imam tersebut ialah Imam Abul Hasan al-Asy’ari[1](260 H/873 M – 324 H/935 M) dan Imam Abu Mansur al-Maturidi[2] (wafat 333 H/944 M) yang mana kedua akidah tokoh ini diiktiraf oleh Rasulullah Shollahu alaihi wasallam.

Dari sudut fiqh pula, Kaum Tua menjadikan empat orang Ulama Besar sebagai rujukan utama iaitu : Imam Hanafi (80 H/699 M – 150 H/767 M), Imam Maliki (93 H – 179 H), Imam Syafi’ie (150 H/768 M – 204 H/820 M) dan Imam Hanbali (164 H – 241 H). Manakala dalam tasawuf pula ialah Sheikh Junaid al-Baghdadi (wafat 297 H/910M) dan Sebahagianya mengambil rujukan al Imam Al Ghazali ( Wafat 450 H).

Berhubung dalam permasalahan fiqh di Nusantara, kebanyakan Ulama-Ulama Nusantara memilih Mazhab Syafie sebagai rujukan utama.

Mencari keberkatan adalah misi utama bagi Kaum Tua ini di Nusantara. Kebanyakan mereka mengelakkan diri supaya tidak menerima gaji dan sebelum itu guru-guru pondok hanya menerima sumbangan sama ada daripada orang ramai mahupun menerima sumbangan dari kutipan zakat sahaja. Mereka amat berhati-hati dalam menerima pemberian atau mencari rezeki.

Antara Kaum Tua yang lahir hasil dari didikan Institusi Pondok yang tawadhuk di Nusantara ini ialah ;

MALAYSIA

1. Syeikh Abdullah Fahim (Pulau Pinang)
2. Dato’ Tg Dato’ Hj Ahmad Maher
3. Sheikh Abdul Halim
4. Syeikh Idris Al-Marbawi (Perak)
5. Tuan Guru Hj Abdullah Tahir Bunut Payung, Kelantan
6. Sheikh Wan Ali Kutan Al-Kalantani (beliau terkenal dengan kitab karangannya ; Al-Jauharul Mauhub wa Munabbihatul Qulub (Mengenai Hadis) juga pernah mengajar di Masjidil Haram Mekah).
7. Tuan Guru Haji Ahmad bin Haji Muhammad Yusuf bin Sheikh Abdul Halim Al-Kalantani.
8. Tok Selehong (Hj. Abdul Rahman Bin Hj. Osman)
9. Khatib Kelantan.
10. Tuan Guru Hj Awang Fakir.
11. Tuan Guru Hj Yahya Kupang.
12. Tok Kenali (Haji Muhammad Yusuf Bin Ahmad Al-Kalantani)
13. Haji Ali Pulau Pisang (1899-1968) (Hj. Mohd Ali Solahuddin Bin Awang)
14. Hj. Abdul Malek Sg. Pinang, Hj. Yusof Sg. Pinang (kemudian lebih dikenali dengan nama Tok Pulau Ubi),
15. Tok Padang Jelapang,
16. Tok Bachok, (Kelantan)
17. Haji Ismail Pontianak (1882-1950, (Hj. Ismail bin Hj. Abdul Majid)
18. Tok Seridik.
19. Tok Kemuning (di Pulau Kundor),
20. Haji Abdul Malek Sungai Pinang (1834-1934), Kelantan
21. Hj. Idris, Dato’ Perdana Hj. Nik Mahmud (Kelantan)
22. Tuan Guru Ahmad Al-Kalantani
23. Hj. Omar Sg. Keladi,
24. Pak Chik Musa,
25. Hj. Yaakob Legor dan Hj. Ahmad Hafiz
26. Tok Pulai Condong
27. Tok Pulau Ubi (Yusuf Abdul Rahman)
28. Tuan Guru Haji Abdullah (Haji Abdullah Bin Haji Abdul Rahman)
29. Ahmad bin Aminuddin Qadhi (Kedah)
30. Tg. Pakcu Him Gajah Mati ( Kedah)
31. Syeikh Uthman Jalaluddin Al-Kalantani
32. Syeikh Utsman Jalaludin, pengasas Pondok Penanti Pulau Pinang
33. Sayyid Ahmad bin Muhammad bin Husein Al-‘Aiderus (Terengganu)
34. Sheikh Muhammad Amin atau Tok Duyung (menjadi ulama terkenal Terengganu)
35. Wan Abdullah Tuan Tabal
36. Tok Syafie Kedah
37. Tuan Guru Haji Abdullah Lubuk Tapah (Kelantan)
38. Bekas Mufti Sabah Said Hj Ibrahim.
39. Tuan Guru Baba Hamid
40. Mufti Kerajaan Johor, Allah Yarham Al’Allamah Dato’ Sayyid ‘Alawiy Bin Thahir.
41. Tuan Guru Haji Hasyim, Tok guru Pondok Pasir Tumbuh Kelantan.
42. Tuan Guru Pok cik Din al-Kelantany ( Tok guru penulis) . Beliau tinggal di Kulim, Kelantan.
43. Tuan Guru Wan Mohd. Shaghir bin Abdullah
44. Sultan Allauddin Sulaiman Syah Sultan Selangor ke 5 (mengarang kitab pohon Ugama)
45. Sultan Iskadar syah Sultan Perak (Mengarang Risalah Iskandariyah)
46. Syeikh Abdul Latif Thamby Ulama Melaka
47. Tengku Mahmud Zuhdi Bin Tunku Abdul Rahman ( Mufti selangor pertama di bawah pemerintahan Sultan Alauddin Sulaiman Syah)
48. Dan Ramai Lagi.

PATANI (THAILAND)

1. Sheikh Daud bin Abdullah al-Fathani
2. Sheikh Zainal Abidin bin Muhammad al-Fathani
3. Sheikh Ahmad bin Muhammad Zain al-Fathani
4. Sheikh Abdur Rahman Gudang (murid kepada Sheikh Ahmad al-Fathani)Tengku Mahmud Zuhdi al-Fathani.
5. Sheikh Abdul Mubin al-Fathani
6. Sheikh Abdur Rahman Pauh Bok al-Fathani ‘Tok Lubuk’.
7. Sheikh Abdul Qadir bin Abdur Rahim al-Fathani atau Tok Bukit Bayas.
8. Sheikh Wan Hasan bin Wan Ishaq al-Fathani
9. Sheikh Muhammad Nur al-Fathani (seorang ulama dan Kadi Mekah pada zamannya)
10. Pak Chik Wan daud Pattani
11. Syeikh Abdullah Bin Abdul Mubin Al-Fatani
12. Tok Cha-ok @ Hj. Abdullah bin Mohd Akib.
13. Sheikh Muhammad bin Ismail bin Ahmad al-Fathani @ Sheikh Muhammad Shaghir al-Fathani Sheikh Nik Mat Kecik al-Fathani)
14. Muhammad Husein bin Abdul Lathif (Tok Kelaba). Beliau adalah murid kepada Sheikh Ahmad al-Fathani.
15. Tengku Mahmud Zuhdi bin Tengku Abdur Rahman al-Fathani
16. Sheikh Muhammad bin Abdul Qadir al-Fathani
17. Sheikh Yahya Legih ar-Ramani al-Fathani,
18. Sheikh Ismail / Pak De ‘El bin Abdul Qadir al-Fathani,
19. Sheikh Muhammad Nashir al-Fathani.

*BRUNEI DARUSSALAM*

1. Pehin Orang Kaya Di Gadong Awang Syihabuddin. 2. Ramai lagi..

INDONESIA

1. Sheikh Muhammad Nawawi bin Umar al-Banteni.
2. Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani
3. Haji Abdur Rahman Shiddiq bin Muhammad Afif al-Banjari, Mufti Kerajaan Inderagiri.
4. Sheikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari
5. Sheikh Shafiyuddin (Tok Raja Faqih).
6. Sheikh Muhammad Sa’id
7. Sheikh Muhammad Nafis bin Idris bin Husein al-Banjari
8. Kiai Haji Muhammad Shalih al-Fathani (pegawai tinggi di Departmen Agama Republik Indonesia)
9. Teungku Daud Beureueh (1896-10 Juni 1987) . Beliau termasuk salah seorang keturunan ulama Patani yang berhijrah dari Patani ke Aceh pada zaman dulu.
10. Sheikh Nuruddin ar-Raniri
11. Sheikh Muhammad Mukhtar bin ‘Atharid Bogor,
12. Sheikh Abdul Qadir bin Shabir al-Mandaili
13. Sheikh Abdul Haq.
14. Syeikh Jalaluddin Al-Asyi.
15. Syeikh KH. Muhammad Ihsan al-Jembasi dari Jampes Kediri Jawa timur.
16. Syeikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari (W 1366 H/1947 R), Penubuh Nahdhatul Ulama dari Jombang Jawa Timur
17. Syeikh KH. Ali Maksum(W 1989 R), antara Penubuh ‘am Nahdhatul Ulama IV dari Yogyakarta Jawa Tengah
18. Syeikh KH Abu al-Fadhl bin Abd asy-Syakur, dari Senori Tuban Jawa Timur (seorang wali yang terkenal di indonesia).
19. Syeikh KH. Ahmad Abdul Hamid dari Kendal Jawa Tengah.
20. Syiekh KH. Siradjuddin ‘Abbas (W 1401 H/1980 R).
21. Tuan Guru KH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid ash-Shaulati (W 1997 R) Ampenan Pancor Lombok NTB.
22. Syeikh K.H. Muhammad Muhajirin Amsar ad-Dari (W 2003 R) dari Bekasi, Jawa Barat.
23. Al Habib Syiekh al-Musawa ibn Ahmad al Musawa as-Saqqaf; Penasihat Umum Perguruan Tinggi dan Perguruan Islam Az-Ziyadah Klender Jakarta Timur.
24. Syeikh KH. Muhammad Syafi’i Hadzami Mantan Ketua Umum MUI Propinsi DKI Jakarta 1990-2000.
25. Syeikh KH. Ahmad Makki Abdullah Mahfudz Sukabumi Jawa Barat.
26. Syiekh Abdullah Tha’ah Indunisi
27. Syiekh Ahmad Khathib al Minangkabawi, Seorang Imam Madzhab Syafi’i di Makkah asal Minangkabau.
28. Syiekh Muhammad Ali Khathib Minangkabau, Murid Syiekh Ahmad Khathib al Minangkabawi.
29. Syiekh Abdul Halim ibn Ahmad Khathib al Purbawi al Mandayli, Murid Syiekh Mushthafa Husein, pendiri Pon-Pes. al Mushthafawiyyah, Purba Baru, Sumut.
30. Syiekh Abdul Majid Ali (W. 2003) Kepala Kantor Urusan Agama Daerah Kubu-Riau, Sumatera. Salah seorang ulama yang sangat berkarisma dan terkenal di daerah tersebut.
31. Kiyai Muhyiddin Fattah, Ketua Pengurus Besar Syabab Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Jakarta.
32. Kiyai Choirul Ansori, Ketua Dewan Pengurus Syuriah Syabab Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Jakarta.
33. Syeikh K.H. Abdul Qadir Lubis, pimpinan Pon.Pes. Dar at-Tauhid, Mandailing-Sumut (W. 2003).
34. Syeikh K.H. Muhammad Sya’rani Ahmadi Kudus Jawa Tengah.
35. Syeikh K.H. Muhammad Mashduqi Mahfuzh, Ketua Umum MUI Jawa Timur.
36. Kiyai Hj. Mastuqi Mahfudz Malang, Jawa Timur ( Menentang Kaum Muda di Indonesia)
38. Ustadz Khoiruddin Wonokusumo Surabaya, Jawa Timur.
39. Dan Ramai lagi

Cara pengajian yang dianjurkan oleh Kaum Tua yang mementingkan sistem bertalaqqi, menimba ilmu dengan guru yang betul-betul tsiqah, dan secara pengambilannya bersanad kepada Rasulullah adalah suatu manhaj yang jelas di samping dapat menjaga kemurnian akidah dan ilmu-ilmu cabangan daripada pengubahsuaian, pembaharuan Agama Islam kepada ajaran yang menyeleweng, ijtihad yang membabi-buta tanpa ada keahlian dan kelayakan, menshahihkan dan mendhaifkan hadis tanpa panduan dan keahlian, mencampur-adukkan agama Islam dengan ajaran mujassimah, dan membuka ruang dan pintu kemurtadan di kalangan muda-mudi.

Oleh kerana mereka mengetahui ilmu pengetahuan mereka kurang berbanding para Imam empat mazhab [ Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’e, dan Imam Hanbali] yang berstatus mujtahid mutlak, kaum tua menganjurkan taqlid dalam bermazhab kerana mereka memahami bahawa ulama’ ushul meletakkan syarat yang ketat untuk seseorang itu berijtihad. Berijtihad bukan kerja sebarangan orang, bukan hanya sekadar mengetahui bahasa Arab, bukan juga bermakna tamat daripada Universiti Al-Azhar atau Universiti Madinah maka seseorang itu dikira Mujtahid sebaliknya dia perlulah mempunyai keahlian yang mantap, keilmuan yang tinggi serta pakar dalam beberapa ilmu tertentu sebagaimana yang disyaratkan oleh Ulama’ Muktabar. Pendek kata, sistem ini sememangnya mempertahankan tradisi asal pengambilan ilmu pengetahuan dan ketulenan sumber ilmu tersebut serta membenteras dari sebarang pemalsuan dan penyelewengan.

KAUM MUDA [PENDOKONG-PENDOKONG AJARAN IBN TAYMIYAH DAN AJARAN WAHHABIYAH]

📍Kaum Muda pula definisikan sebagai golongan yang menentang ajaran-ajaran ulama-ulama’ terdahulu, membangkang mazhab yang empat, membenci tradisi bertaqlid, menyeru masyarakat supaya melakukan ijtihad dalam agama tanpa ada panduan dan keahlian, mengajak umat supaya melakukan pembaharuan di dalam agama di samping meninggalkan ajaran-ajaran ulama’ terdahulu, membantah dengan keras cara mengamalkan agama dengan cara bermazhab sebaliknya menyeru masyarakat Islam meninggalkan mazhab yang muktabar dan mengikut telunjuk 3 tokoh kesayangan mereka ; Ibn Taymiyah, Muhammad Abdul Wahhab dan Al-Albaani.

Kaum muda ini sentiasa melaungkan slogan kembali kepada Al-Quran dan Al-Hadis kepada orang awam dalam masa yang sama memberi gambaran buruk bahawa Kaum Tua pula sebagai penentang Al-Quran dan As-Sunnah. Mereka melihat amalan tradisi yang diwarisi daripada ulama’ dahulu dan Masyarakat Islam sejak berzaman-zaman seperti Talqin, sambutan maulidurrasul, mengamalkan tarekat kesufian, dan bacaan Al-Quran selepas kematian sebagai bid’ah dan khurafat. Oleh kerana itu, timbul rasa kebencian, permusuhan dan sikap tidak puashati mereka dengan kaum Tua. Rasa permusuhan inilah yang menyebabkan sesetengah kaum Muda menceburkan diri di dalam politik bagi mencari kekuatan dalam menangani aliran Kaum Tua dan menyekat pergerakan mereka supaya terbantut.

Melalui pemikiran islah dan pembaharuan, mereka menagih simpati dan pengaruh masyarakat supaya membebaskan diri daripada terpengaruh dengan Kaum Tua. Islah dan tajdid yang dianjurkan oleh Kaum Muda dan dilaungkan ke sana ke sini sebenarnya bukan bererti memperbaiki atau membersihkan Islam daripada pemalsuan dan penyelewengan sebagaimana yang diwar-warkan sebaliknya ianya adalah suatu seruan dan ajakan kepada orang ramai supaya memperbaharui agama mereka dengan mengamalkan Islam mengikut acuan pemikiran Ibn Taymiyah dan Muhammad Abdul Wahhab. Bertitik-tolak dari sinilah Kaum Muda tanpa malu dan segan mewar-warkan usaha-usaha atas nama pengislahan.

Gerakan tajdid yang telah disalah-ertikan oleh Kaum Muda ini berkait rapat sekali dengan usaha mereka dalam melakukan ijtihad yang membabi-buta. Tajdid anjuran mereka ini mendokong konsep logik akal semata-mata, mereka cuba memberanikan diri melakukan ijtihad tanpa mengetahui perkara tersebut zanniyyah ataupun qat’iyyah, oleh kerana itulah kita melihat Ibn Taimiyah itu sendiri [bapak kepada Kaum Muda] seringkali melampaui batasan ini sehingga berani memberikan pandangan yang berupa ijtihad lantas bercanggah dengan nas-nas yang sudah qath-I seperti dia mengatakan ;

– Allah Duduk Bersemayam Di atas Arasy
-Allah serupa makhluk
-Alam Itu Azali Dengan Jenisnya
-Neraka Dan Penghuninya Tidak Akan Kekal Bahkan Ianya Pada Pandangannya Akan Binasa Selama-Lama
-Mengatakan Allah Ta’ala Berarah Dan Bertempat,
-Mengatakan Allah Mempunyai Jisim.
-Mengkafirkan amalan-amalan soleh sperti bertabbaruk, bertawasul, tahlil, ziarah kubur, doa selepas solat dan lain-lain.*
Dan Banyak Lagi.

Dari sudut sejarah, pertumbuhan aliran Kaum Muda ini dikatakan bermula pada abad ke-17M dan 18M iaitu merujuk kepada peranan Muhammad bin Abdul Wahhab (1703M-1787M). Tetapi sebenarnya aliran reformasi ini sudahpun bermula jauh sebelum itu iaitu ketika kemunculan Ibnu Taimiyyah (1263M-1328M).

Perkembangan aliran bercelaru ini terus membiak dengan kemunculan beberapa orang tokoh yang sinonim dengan gerakan ini. Antaranya ialah Jamaluddin al-Afghani (1838M-1897M), Muhammad Abduh (1849M-1905M) dan Rasyid Redha (1865M-1935M).

Menurut sesetengah pendapat, pemikiran tokoh-tokoh ini akhirnya mempengaruhi beberapa penuntut Melayu yang belajar di Timur Tengah pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20.

Dalam konteks Tanah Melayu, gerakan Kaum Muda ini bermula dari Selatan iaitu Singapura seterusnya merebak ke Pantai Barat dan Kelantan merupakan antara lokasi terakhir yang berjaya diserapi oleh idea-idea Kaum Muda. Di antara tokoh-tokoh yang boleh disifatkan sebagai Kaum Muda ialah Muhammad Tahir Jalaluddin (1869M-1956M), Muhammad Salim al-Kalali, Syed al-Hadi (1867M-1934M), Syed Muhammad Aqil dan Haji Abbas Mohd Taha. Mereka ini bergabung untuk menerbitkan majalah al-Imam (1906M-1908M) iaitu mirip majalah al-Manar dari sudut semangat dan prinsipnya. Selain dari mereka, Burhanuddin al-Hilmi, Abbas Taha dan Za’ba sendiri merupakan tokoh-tokoh pemikir yang mempunyai serapan pemikiran kaum Muda ini.

Bagaimanapun segala usaha merka ini terhenti disebabkan Kerajaan Malaysia mengambil tindakan keras terhadap pihak yang cuba mencetuskan huru-hara di Tanah Melayu.

Selain itu juga, tokoh baru yang cukup gigih di dalam memperjuangkan pemikiran Kaum Muda . Mereka banyak menterjemahkan kitab-kitab tokoh-tokoh Kaum Muda seperti kitab karangan Ibn Qayyim Al-Jauziyah, Ibn Taymiyah, Al-Albaany dan banyak lagi.

Kerosakan hari ini di bawa oleh kaum muda lebih membimbangkan di Malaysia kerana faktor persikitaran politik Malaysia yang cenderung kepada liberalisasi, kerana Wahabi lebih kaya dan mereka memiliki dana yang kuat untuk berpolitik.

Dalam masa yang sama, kejahilan maysrakat yang semakin membimbangkan faktor penyumbang utama bagi kaum wahabi untuk lebih agresif. Lebih lagi zaman moden yang berkiblatkan hiburan sangat mesra dengan wahabi kerana hiburan di sisi wahabi satu perkara yang di galakan.

Justeru masyrakat yang kurang pengetahuan ugama, di tambah pula nila-nila kerosakan daripada bahan-bahan hiburan menjadi punca kerosakan yang semakin membimbangkan.

Dengan itu memudahkan golongan Wahabi menyelinap secara halus kedalam masyarakat seterusnya merosakan Aqidah orang melayu secara umumnya.

*HAMBA ALLAH*
_165/66/1311_

23/09/2018 Posted by | Informasi, Muamalat (Keluarga), Politik dan Dakwah, wahabi | 1 Comment

TIPS MENCEGAH KEMUNGKARAN & MENYURUH KEBAIKAN

1. Kata imamuna al Nawawi رحمه الله تعالى: “Hanyasanya yang layak menyuruh & mencegah ialah mereka yang alim/berpengetahuan mengenai apa yang disuruh & dicegah itu.”

2. Maka dengan itu, seseorang yang jahil atau orang kebiasaan/awam tidak harus mengingkari sesuatu yang berhajat kepada ilmu/ijtihad.

3. Dalam hal tersebut, gugur baginya tanggungjawab menegah.

4. Kata imamuna al Ghazali رحمه الله تعالى: “Bagi orang awam, dia tidak perlu menyiasat melainkan perkara yang maklum diketahui ramai seperti minum arak, zina & meninggal solat.”

5. Katanya lagi: “Adapun perkara yang dibilang maksiat tetapi perlu kepada penyiasatan & ijtihad, maka jika orang awam bersibuk-sibuk mengenainya, acap kalinya keburukan lebih banyak dari kebaikan.”

6. Jika seorang yang ingin mencegah kemungkaran khuatir mara bahaya yang boleh terjadi sekiranya dia mencegah, maka dia dimaafkan & tidak boleh dipersalahkan.

7. Kata ibn Battal رحمه الله تعالى: “Jika dia takutkan kesakitan yang bakal berlaku kepada dirinya, maka dia di dalam kemaafan.”

8. Kata pula ibn al ‘Arabi رحمه الله تعالى: “Jika seseorang itu takut dibunuh sewaktu mencegah kemungkaran, dia dibolehkan berdiam diri daripada mencegah.”

9. Rumusannya, mengubah atau menegah kemungkaran dengan tangan atau lisan perlu kepada kekuatan & kemampuan/istitā’ah.

10. Ada orang yang diberikan kekuatan jisim & ilmu, ada orang tidak ada kelebihan tersebut. Wa Llahu a’lam.
__

*Ruj: منهج الاسلام في تغيير المنكر oleh almarhum Syeikh Ahmad Abdul Rahim al Sāyih رحمة الله عليه.

Sumber.

23/09/2018 Posted by | Tazkirah | Leave a comment

FAHAMAN LIBERAL PEROSAK AKIDAH

Isi Khutbah Jumaat di Selangor hari ini 21hb Sept 2018.

1. Liberalisme adalah satu fahaman yang menuntut kebebasan berfikir tanpa batasan dan menolak prinsip kebenaran agama Islam serta mengambil jalan mudah dalam beragama.

2. Pejuang fahaman liberal juga mendakwa bahawa agama Islam mengikat, jumud, membataskan kemajuan malah cuba menakut-nakutkan masyarakat dengan menafikan pelaksanaan undang-undang Islam yang didakwa sebagai tidak mengikut perlembagaan.

3. Islam dianggap tidak adil, zalim, dan tidak sesuai dilaksanakan dalam kepelbagaian kaum dan agama sedangkan agama Islam adalah agama yang syumul, yang diturunkan oleh Allah SWT yang Maha Mengetahui.

4. Fahaman liberal membawa kepada fahaman semua agama adalah sama.

5. Golongan liberalisme dan pluralisme menolak wujudnya kebenaran Islam dan menyatakan semua agama adalah sama yang menganjurkan kepada kebaikan.

6. Mereka mendakwa bahawa jika orang bukan Islam diberikan kebebasan untuk menukar agama, maka orang Islam pun hendaklah diberikan kebebasan untuk murtad.

7. Fahaman liberal memperjuangkan fahaman sekular. Agama dianggap adalah urusan peribadi dan agama hanya dihadkan dalam ruang lingkup upacara agama semata-mata.

8. Golongan sekular mendakwa agama bertentangan dengan sains, sepertimana wahyu bertentangan dengan akal.

9. Begitu juga mereka mengatakan bahawa arak itu hak individu untuk meminumnya dan khalwat pula adalah hak peribadi yang tidak boleh diganggu.

10. Fahaman liberal berpaksikan logik akal semata-mata.

11. Golongan ini hanya menggunakan logik akal untuk menilai sesuatu kebaikan dan keburukan lantas menolak al-Quran dan al-Sunnah sebagai sumber hukum.

12. Mereka percaya bahawa orang yang melakukan perbuatan jahat tidak salah asalkan niat mereka baik. Umat Islam hendaklah berpegang teguh dengan ajaran Islam sesuai dengan pegangan akidah Ahli Sunah Wal-Jamaah dalam aspek akidah, syariat dan akhlak.

13. Umat Islam hendaklah memastikan agar tidak terpedaya dengan pemikiran liberal yang boleh merosakkan iman dan akidah. Umat Islam hendaklah merujuk kepada al-Quran dan al-Sunnah, dan sumber-sumber hukum yang muktabar serta tidak hanya membuat tafsir secara logik akal semata-mata.

Khutbah Jumaat 21 Sept 2018

21/09/2018 Posted by | Ibadah, Informasi, Politik dan Dakwah, Tazkirah | Leave a comment

Ikat Hubungan Kekeluargaan Kita Dengan Agama.

Ikat hubungan kekeluargaan kita dengan agama. Percayalah! kelak kita akan menemui kebahagiaan.
.
Bahagia itu adalah milik Allah SWT secara mutlak. Oleh kerana itu, barangsiapa yang menginginkan bahagia dalam keluarganya, maka hendaklah dia mengikuti acuan agama yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
.
Pastikan kita dan setiap ahli keluarga kita berusaha mendapatkan didikan agama yang sebaik baiknya kerana permulaan bagi langkah menuju kepada keluarga yang bahagia adalah dengan memahami hukum hakam agama.
.
Hubungan kekeluargaan yang tidak diikat dengan agama akan menjadi amat rapuh sekali. Lalu mudahlah untuk diruntuhkan dan dirosakkan oleh godaan syaitan dan nafsu.
.
Ini kerana mereka tidak mengetahui hukum hakam dalam urusan kekeluargaan. Jika berlaku perselisihan dan permasalahan, sudah pasti menyebabkan mereka celaru dan bingung untuk mendepaninya.
.
Akhirnya berlaku pertengkaran dan pergaduhan di dalam keluarga yang menyebabkan hilangnya ketenangan dan keharmonian sebuah keluarga.
.
Kesan daripada hubungan kekeluargaan yang tidak diikat dengan agama ini sangat banyak jika difikirkan. Bercerai berai, anak anak derhaka, sumbang mahram, memutuskan hubungan sillaturrahim dan banyak lagi.
.
Dan kesan daripada keruntuhan sebuah institusi kekeluargaan ini juga akan menjadikan masyarakat lemah dan tidak berkualiti untuk menjadi khalifah yang mentadbir dunia ini mengikut acuan agama.
.
Malahan, menyumbang pula kepada keruntuhan akhlak dan aqidah yang akhirnya melahirkan generasi manusia yang jauh terpesong daripada Rahmat Allah. Wal’iyyazubillah!
.
Sedarlah bahawa umat manusia diakhir zaman ini sangat tenat dengan kerosakkan aqidah dan jati diri yang telah menyebabkan hilangnya identiti sebagai manusia dan umat yang beragama.
.
Lalu apakah yang tinggal untuk kita mengharapkan keberkatan dan kerahmatan daripada Allah SWT?
.
Oleh kerana itu, ikatlah hubungan kekeluargaan kita dengan agama. Mudah mudahan Allah akan membimbing kita dan ahli keluarga kita benar benar menjalani kehidupan yang menepati kehendak dan perintahNya.
.
Dan setelah itu pula, Allah SWT juga akan menjauhkan kita dan ahli keluarga kita daripada bencana bencana yang tidak kita ingini. Bukankah itu bahagia? Wallahu’alam.

#AkhiAdifGorment
7 September 2018

12/09/2018 Posted by | Muamalat (Keluarga), Tazkirah | Leave a comment

Hukum memelihara burung dalam sangkar.

Hukum memelihara kucing, ikan hias, dan hewan lainnya termasuk memelihara burung dalam sangkar dengan cara di batasi kebebasannya, baik dengan cara dikurung atau diikat dibolehkan dengan syarat dipenuhi kebutuhan makannya, tidak diperlakukan secara dzalim dan bukan hewan yang diharamkan untuk dipelihara. Berikut ini adalah beberapa pendapat para ulaman di antaranya adalah :

1. Syaikh Asy-Syarwani dalam kitabnya mengatakan :

وَسُئِلَ الْقَفَّالُ عَنْ حَبْسِ الطُّيُورِ فِي أَقْفَاصٍ لِسَمَاعِ أَصْوَاتِهَا وَغَيْرِ ذَلِكَ فَأَجَابَ بِالْجَوَازِ إذَا تَعَهَّدَهَا مَالِكُهَا بِمَا تَحْتَاجُ إلَيْهِ لِأَنَّهَا كَالْبَهِيْمَةِ تُرْبَطُ
Dan Al-Qaffal ditanya tentang hukum memelihara burung dalam sangkar, untuk didengarkan suaranya atau semacamnya. Beliau menjawab, itu dibolehkan selama pemiliknya memperhatikan kebutuhan burung itu, karena hukumnya sama dengan binatang ternak yang diikat. (Kitab Hasyiyah Asy-Syarwani, Juz IX, halaman 210).

2. Imam Syihabuddin Abul Abbas Ahmad bin Ahmad bin Salamah Al-Qalyubi Al-Mishri, beliau dikenal dengan gelar Al-Qalyubi mengatakan dalam kitabnya :

لَهُ حَبْسُ حَيَوَانٍ وَلَوْ لِسَمَاعِ صَوْتِهِ أَوِ التَّفَرُّجِ عَلَيْهِ أَوْ نَحْوَ كَلْبٍ لِلْحَاجَةِ إلَيْهِ مَعَ إطْعَامِهِ
Boleh seseorang menahan (memelihara) hewan walau untuk sekedar mendengar suaranya atau melihatnya, atau menahan seumpama anjing untuk kebutuhan, dengan syarat hewan-hewan itu diberi makan. (Kitab Hasyiyata Qalyubi wa ‘Umairah ‘Ala Syarh Al-Mahalli ‘Ala Minhaj At-Thalibin, Juz XIV, halaman 87)

Para ulama tersebut berpendapat dengan landasan ayat Al-Qur’an dan hadits di bawah ini :

وَلَكُمْ فِيهَا جَمَالٌ حِينَ تُرِيحُونَ وَحِينَ تَسْرَحُونَ
Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan. (Q.S. 16 An-Nahl 6)

عَنْ أَنَسٍ قَالَ كَانَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْسَنَ النَّاسِ خُلُقًا، وَكَانَ لِى أَخٌ يُقَالُ لَهُ أَبُو عُمَيْرٍقَالَ أَحْسِبُهُ فَطِيمٌ وَكَانَ إِذَا جَاءَ قَالَ يَا أَبَا عُمَيْرٍ مَا فَعَلَ النُّغَيْرُ نُغَرٌ كَانَ يَلْعَبُ بِهِ
Dari Anas dia berkata; Nabi saw adalah orang yang paling baik akhlaknya. Dan aku memiliki seorang saudara yang biasa dipanggil dengan sebutan Abu Umair. Dia (perawi) berkata : perkiraanku, dia anak yang baru disapih. Beliau saw datang, lalu memanggil : Wahai Abu Umair, apa yang sedang dilakukan oleh si Nughair (nama seekor burung). Sementara anak itu sedang bermain dengannya (H. R. Bukhari no. 6203)

Mengenai hadits di atas, Syaikh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitabnya berkata :

وَجَوَاز إِمْسَاك الطَّيْر فِي الْقَفَص وَنَحْوِهِ
Bolehnya memelihara burung dalam sangkar atau semacamnya. (Kitab Fathul Bari Juz XVII, halaman 407)

Tapi kalau binatang yang dikurung itu didzalimi semisal tidak diberi makan dengan sengaja, maka perbuatan itu dilarang, sebagaimana hadits di bawah ini :

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ عُذِّبَتِ امْرَأَةٌ فِى هِرَّةٍ سَجَنَتْهَا حَتَّى مَاتَتْ ، فَدَخَلَتْ فِيْهَا النَّارَ ، لاَ هِىَ أَطْعَمَتْهَا وَلاَ سَقَتْهَا إِذْ حَبَسَتْهَا، وَلاَ هِىَ تَرَكَتْهَا تَأْكُلُ مِنْ خَشَاشِ اْلأَرْضِ

Dari Abdullah bin Umar ra bahwa Rasulullah saw bersabda: Seorang wanita disiksa Allah pada hari kiamat lantaran dia mengurung seekor kucing sehingga kucing itu mati. Karena itu Allah memasukkannya ke neraka. Kucing itu dikurungnya tanpa diberi makan dan minum dan tidak pula dilepaskannya supaya ia dapat menangkap serangga-serangga bumi. (H. R. Bukhari no. 3482, Muslim no. 5989)

Sumber: WONG SANTUN.com

02/09/2018 Posted by | Fiqh | Leave a comment